Kerugian karena Cuaca Ekstrem Rp 78 Kuadriliun, Lampaui PDB ASEAN

ANTARA FOTO/Arnas Padda
Sejumlah bocah bermain di area persawahan yang mengering akibat musim kemarau di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
12/10/2023, 15.31 WIB

Hasil penelitian dari perusahaan asuransi Lloyd's of London mengungkapkan kerugian ekonomi global karena cuaca ekstrem berpotensi mencapai US$ 5 triliun selama lebih dari lima tahun.

Sebagai perbandingan, jumlah tersebut melampaui Produk Domestik Bruto atau PDB seluruh negara ASEAN selama setahun. Berdasarkan data Statista, estimasi total GDP seluruh negara ASEAN mencapai US$ 3,36 triliun pada 2022.

Penelitian Lloyd's mengungkapkan cuaca ekstrem menyebabkan perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen, kekurangan pangan, dan air.

Lloyd's yang melakukan penelitian tersebut bersama Cambridge Centre for Risk Studies, menyampaikan skenario risiko sistemik ini masih bersifat hipotetis. Namun, riset ini ingin meningkatkan pemahaman dunia usaha dan pembuat kebijakan mengenai ancaman kritis seperti cuaca ekstrem.

“Perekonomian global menjadi semakin kompleks dan semakin rentan terhadap ancaman sistemik,” kata Trevor Maynard, Direktur Eksekutif Risiko Sistemik di Cambridge Centre for Risk Studies dikutip dari Reuters, Kamis (12/10).

Dia mengatakan penelitian tersebut akan membantu para pelaku bisnis dan pembuat kebijakan untuk mengeksplorasi potensi dampak dari cuaca ekstrem, seperti pangan dan air terhadap produk domestik bruto global selama periode lima tahun.

Berdasarkan hasil penelitian Lloyd's, kerugian ekonomi global akibat cuaca ekstrem dibagi menjadi tiga skenario tingkat keparahan yakni besar, parah, dan ekstrem. Jika masuk dalam skenario parah, maka kerugian ekonomi global diprediksi sebesar $5 triliun selama lima tahun. 

Sedangkan untuk skenario besar, kerugian ekonomi global mulai dari $3 triliun. Sementara untuk skenario yang paling ekstrem, kerugiannya bisa mencapai hingga $17,6 triliun. 

Selain itu, Lloyd's menyebutkan bahwa cuaca ekstrem akan berpusat di wilayah Tiongkok Raya, yang diperkirakan memiliki kerugian ekonomi global terbesar yakni $4,6 triliun. 

Sementara wilayah Karibia akan kehilangan 19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nya selama lima tahun jika peristiwa cuaca ekstrem terkonsentrasi di sana, demikian perkiraan Lloyd's.

Reporter: Nadya Zahira