Polusi Udara Sebabkan Hampir 400 Ribu Kematian di Eropa pada 2021

ANTARA FOTO/REUTERS/Dado Ruvic
Seorang demonstran menggunakan masker gas saat aksi protes atas kurangnya langkah-langkah mengatasi polusi udara berat di Tuzla, Bosnia and Herzegovina, Rabu (15/1/2020).
Penulis: Nadya Zahira
27/11/2023, 10.47 WIB

Uni Eropa melaporkan hampir 400.000 kematian di Eropa pada 2021 disebabkan oleh polusi udara atau udara yang kotor. Jumlah kematian akibat polusi udara dapat diturunkan jika polutan bisa dikurangi secara perlahan dengan menggunakan cara yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Menurut Reuters, European Environment Agency (EEA) menyebutkan mayoritas kematian di Uni Eropa disebabkan oleh polusi yang berasal dari materi partikulat halus (PM2.5). Polutan ini membuat 253.000 orang yang memiliki penyakit jantung mengalami kematian pada tahun 2021. 

Sementara itu, polusi dari nitrogendioksida (NO2) paling berbahaya bagi penderita diabetes yang menyebabkan 52.000 kematian, kemudian masyarakat yang terkena paparan ozon (O3) jangka pendek menyebabkan 22.000 kematian.

Lebih lanjut, EEA mengatakan negara-negara Eropa yang lebih besar di luar Uni Eropa juga mengalami jumlah kematian terkait polutan yang cukup besar, yakni sekitar 389.000 orang pada 2021. 

"Konsentrasi polutan udara pada tahun 2021 tetap jauh di atas tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pedoman kualitas udaranya," kata EEA dalam laporan tersebut.

Menurut EEA, mengurangi polusi udara ke tingkat pedoman yang direkomendasikan oleh WHO akan mencegah sejumlah besar kematian yang dapat diatribusikan di negara-negara anggota Uni Eropa. 

Berdasarkan data dari EAA, jumlah kematian tertinggi akibat PM2.5 pada tahun 2021 terjadi di Polandia, Italia, dan Jerman. Adapun negara-negara di Eropa Utara seperti Islandia, Skandinavia, dan Estonia mengalami dampak terendah.

Sedangkan paparan Nitrogendioksida (NO2) dan Ozon (O3) jangka pendek memiliki dampak terbesar pada kematian di Turki, Italia, dan Jerman.

Ancaman Gagal Jantung Bisa Terjadi Akibat Polusi Udara PM2.5

Pakar kardiovaskular dr. Teuku Istia Muda Perdan, Sp. J.P, FIHA mengatakan gagal jantung bisa terjadi bila seseorang menghirup polutan mikroskopis di udara yakni PM2.5 yang menjadi indikator polusi udara.

“Ukurannya yang sangat kecil mampu menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah,” kata dokter yang menyelesaikan pendidikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Universitas Indonesia itu, Jumat (8/9).

Dia menjelaskan bahwa pada kondisi aterosklerosis atau adanya penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah arteri, polutan dalam tubuh dapat memicu terbentuknya zat radikal bebas yang berperan dalam proses pembentukan plak pada dinding pembuluh darah. “Jika plak tersebut pecah, dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan kematian,” ujarnya.

Polusi udara diketahui bertanggung jawab atas 25% kematian akibat kardiovaskular. Menurut Teuku Istia, hal itu berarti individu yang tinggal atau beraktivitas di perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular.

Emisi karbon menyebabkan terjadinya percampuran udara dengan partikel amonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida sehingga menjadi udara yang tidak layak untuk dihirup karena berbahaya terhadap kesehatan.

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia akibat perannya sebagai penyebab kematian nomor satu. WHO mencatat lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Reporter: Nadya Zahira