Edisi Khusus | Masyarakat Adat

Mengenal Masyarakat Adat Punan Batu Benau, Pemenang Kalpataru 2024

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
Bupati Bulungan Syai (kanan) menyaksikan warga Suku Punan Batu Benau Sajau merebus ubi di Desa Metun Sajau, Bulungan, Kalimantan Utara, Jumat (2/6/2023). Pemerintah Kabupaten Bulungan menyerahkan Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) kepada Suku Punan Batu sebagai legalitas Masyarakat Hukum Adat terkait eksistensi dan masa depan mereka.
6/6/2024, 06.10 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan penghargaan Kalpataru 2024 kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau dengan kategori penyelamat lingkungan di Jakarta, Rabu (5/6).

Penghargaan ini berhasil diperoleh oleh masyarakat adat Punan Batu Benau karena mereka berhasil menjaga hutan. Mereka melestarikan larangan nenek moyang untuk tidak menebang pohon, tidak membuka lahan termasuk untuk bertani, dan merusak alam. 

Setidaknya, 68 jenis satwa, 57 jenis flora, 21 jenis tanaman obat termasuk pasak bumi, 5 jenis umbi-umbian, 13 jenis rotan, 9 jenis mangivera atau mangga, dan jenis pohon penghasil serat kayu untuk pakaian ada di dalam hutan mereka. 

Berdasarkan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, masyarakat adat Punan Batu Benau Sajau merupakan komunitas kecil yang secara administrasi berada di Desa Sajau Metun, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Masyarakat adat tersebut saat ini diketuai oleh Bogdon (77 tahun). 

Komunitas Punan Batu Benau ini telah mendiami wilayah Gunung Benau - Sungai Sajau. Mereka merupakan komunitas tertua yang mendiami wilayah tersebut. 

Menurut mitologi, mereka adalah keturunan "Iyung Otu', yang keluar dari sebatang bambu betung. Secara resmi keberadaan masyarakat Punan Batu Benau Sajau sudah tercatat dalam riset Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1995. 

Tak Kenal Pertanian Menetap

Masyarakat adat Punan Batu Benau Sajau hidup di sepanjang tepian hulu Sungai Sajau dan hutan di sekeliling kawasan karst Gunung batu Benau. Lokasi hunian utama mereka berada di langlang goa yang tersebar di kawasan hutan Gunung Benau. 

Jumlah anggota komunitas ini sebanyak 35 kepala keluarga dengan 96 jiwa. Wilayah adat mereka membentang di sekeliling Kawasan Gunung Benau.

Mereka merupakan pemburu dan peramu yang mengandalkan hasil hutan sebagai sumber pangan di Kalimantan. Kondisi itu mengharuskan mereka hidup secara berpindah (nomaden). 

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, sumber pangan diperoleh dengan sistem gilir balik dan tidak mengenal pola pertanian menetap. Sumber pangan karbohidrat adalah jenis umbi-umbian, buah-buahan, sumber protein hewani berupa babi hutan, rusa, ular, ikan sungai dan hewan hutan lainnya. 

Mereka menjaga kelestarian hutan di kawasan karst Batu Benau berdasarkan hukum adat dan kearifan lokal. Mereka tidak melakukan penebangan, dan semua biji dari buah yang dimakan, akan dibuang di sekitar agar dapat tumbuh kembali. 

Pada 2023, telah ditetapkan Surat Keputusan Bupati Bulungan Nomor 183.45/319 Tahun 2028 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Punan Batu Benau Sajau.

Reporter: Djati Waluyo