Menteri LH: Indonesia Tetap Berkomitmen Akhiri Polusi Plastik

ANTARA/HO Kementerian LH
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyakatan komitmen Indonesia untuk memimpin upaya global mengakhiri polusi plastik dalam negosiasi Perjanjian Plastik Global di Jenewa, Swiss.
Penulis: Hari Widowati
18/8/2025, 13.20 WIB

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyakatan komitmen Indonesia untuk memimpin upaya global mengakhiri polusi plastik dalam negosiasi Perjanjian Plastik Global di Jenewa, Swiss. Pernyataan Indonesia itu disampaikan dalam Komite Perundingan Antarpemerintah yang membahas penyusunan instrumen internasional yang mengikat secara hukum mengenai polusi plastik dalam Intergovernmental Negotiating Committee bagian kedua (INC-5.2).

"Perlunya proses negosiasi yang inklusif, adil, dan menghargai kondisi unik setiap negara, khususnya negara berkembang yang membutuhkan dukungan teknologi, pembiayaan, dan investasi dari negara maju," kata Menteri LH Hanif dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Antara, Minggu (17/8).

Hanif juga menghadiri pertemuan meja bundar tingkat menteri, dialog antara swasta dan pemerintah, pertemuan bilateral dengan pejabat Swiss, Inggris, dan Belanda, serta melakukan kunjungan ke fasilitas penggunaan kembali (reuse) lokal.

Dalam pertemuan meja bundar, Hanif menyampaikan keprihatinan Indonesia atas minimnya kemajuan negosiasi Perjanjian Plastik Global (Global Plastic Treaty) yang dinilai mendesak untuk mengatasi ancaman serius polusi plastik.

Dia juga menyebutkan, Indonesia telah menetapkan target nasional untuk memastikan 100% sampah, termasuk plastik, dikelola dengan baik pada 2029. Upaya itu mencakup penghapusan plastik bermasalah, pengurangan bahan kimia berbahaya, perbaikan pencemaran yang ada, dan pencegahan kebocoran plastik ke lingkungan.

Indonesia Dukung Tiga Poin Usulan Koalisi Bisnis

Pada dialog bersama Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global, yang mewakili lebih dari 300 perusahaan di rantai nilai plastik, Indonesia menyampaikan dukungan terhadap tiga poin utama koalisi. Hal itu mencakup penghapusan produk dan bahan kimia bermasalah, penerapan desain produk berkelanjutan, serta implementasi sistem Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR).

EPR adalah kebijakan lingkungan di mana produsen bertanggung jawab penuh atas siklus hidup produk yang mereka hasilkan, termasuk setelah produk tersebut menjadi limbah.

Delegasi Indonesia dalam pertemuan itu menyatakan keberhasilan perjanjian itu membutuhkan konsensus, bukan pemungutan suara, agar implementasi di setiap negara berjalan efektif.

"Momentum tidak boleh hilang. Perjanjian harus ambisius, praktis, dan mengirim sinyal tegas bahwa polusi plastik harus diakhiri. Waktu untuk bertindak adalah sekarang," kata Hanif.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Antara