Penetrasi bauran energi terbarukan untuk pembangkit listrik dalam sistem jaringan di Jawa-Bali dan Sumatera bisa mencapai 43% dalam periode 2018-2027. Hal ini berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Institute for Essential Service Reform (IESR) bekerja sama dengan Monash Energy Materials and System Institue (MEMSI), dan Agora Energiewende. 

Bauran energi tersebut lebih tinggi dari pada yang ditargetkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 yakni sebesar 23%. Penetrasi energi terbarukan yang tinggi juga dinilai tidak akan mengurangi keandalan pasokan listrik nasional.

Kajian ini dilakukan selama 10 bulan melalui skenario alternatif yang berbasis RUPTL PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) periode 2018-2027, dengan menggunakan perangkat lunak Plexos. Penggunaan perangkat lunak (software) ini dikhususkan untuk membuat perencanaan sistem jaringan.

(Baca: Geser Pejabat ESDM, Jonan Berharap Energi Terbarukan Berkembang)

Selain itu, kajian ini juga mempertimbangkan kebutuhan mayoritas penduduk Indonesia di Jawa-Bali dan Sumatera, dengan akumulsasi konsumsi listriknya mencapai 90% dari total konsumsi listrik di Indonesia. Data tersebut didapatkan dari RUPTL, publikasi nasional dan internasional.

Adapun, skema pemodelannya memperhitungkan pertumbuhan konsumsi listrik, nilai investasi, penambahan energi terbarukan, dan modal. "Kami menggabungkan investasi selama 10 tahun dan mengumpulkannya sebagai data," kata Deputy Director of MEMSI Ariel Liebman, di Jakarta, Kamis (21/2).

Bahkan, hasil kajiannya menyebutkan bahwa dengan porsi bauran energi terbarukan yang lebih tinggi, mengindikasikan adanya penghematan biaya modal sebesar 20% atauu setara dengan US$ 10 miliar. Selain itu, adanya penurunan gas rumah kaca sebesar 36%. "Ini mematahkan mitos bahwa porsi energi terbarukan yang lebih banyak bisa membuat produksi produksi listrik lebih mahal," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa.

(Baca: Bantu RI Kembangkan Energi Terbarukan, Inggris Kucurkan Rp 270 M)

Kasubdit Investasi dan Pendanaan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hanat Hamdi menyatakan pemerintah masih perlu mempelajari kajian tersebut. Karena bisa saja hasil penelitian berbeda dengan realitasnya.

 Meski begitu, tidak menutup kemungkinan penelitian tersebut menjadi masukan bagi pemerintah untuk meningkatkan target bauran energi terbarukan. "Sebagai salah satu masukan buat kami bisa jadi kami pertimbangkan," kata dia. Adapun, Kementerian ESDM telah menetapkan bauran energi dalam RUPTL 2019-2028, yakni untuk batu bara sebesar 54,6%, energi baru terbarukan 23%, gas, 22%, Bahan Bakar Minyak (BBM), 0,4%.