Perusahaan Migas Australia Investasi Bisnis Hidrogen di Pulau Seram

ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
Ilustrasi.
Editor: Yuliawati
23/4/2021, 16.02 WIB

Perusahaan migas asal Australia, Lion Energy, bakal menggelontorkan tambahan modal sebesar US$ 2,8 juta atau Rp 39,2 miliar (dengan kurs Rp 14 ribu per dolar AS) untuk pengembangan bisnis hidrogen di Pulau Seram Indonesia. Langkah ini sebagai upaya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tersebut bertransformasi menuju ke energi bersih.

Lion Energy terdaftar di Bursa Efek Australia dengan kegiatan operasi hulu di Indonesia. Guna mengejar strategi pengembangan bisnis hidrogen barunya, Lion Energy telah menunjuk Peak Asset Management untuk memimpin pengembangan bahan bakar hijau ini. Saham akan diterbitkan masing-masing seharga US$ 0,03 dan memiliki opsi 1: 1 dengan harga kesepakatan US$ 0,04 dan kedaluwarsa dua tahun.

Lion executive chairman Tom Soulsby mengatakan pihaknya senang bekerja sama dengan Peak untuk mendukung peralihan ke sektor energi bersih. “Peak membawa banyak pengalaman dalam mendukung perusahaan dengan hidrogen hijau dan bisnis investasi energi terbarukan di Australia,” kata Soulsby dikutip dari smallcaps.com, Jumat (23/4).

Adapun penambahan modal akan diselesaikan dalam tiga tahap dengan yang pertama sebesar US$ 993 ribu atau sekitar Rp 13,90 miliar yang diterbitkan hari ini. Kemudian tahap kedua melalui catatan konversi kepada pemegang saham baru dan yang sudah ada dengan jumlah US$ 1,5 juta atau sekitar Rp 21 miliar.

Tahap ketiga, komitmen Direktur Lion untuk total US$ 350 ribu atau sekitar Rp 4,9 miliar dengan Soulsby secara pribadi dan menempatkan US$ 100 ribu atau sekitar Rp 1,4 miliar uang tunai untuk komitmen mendukung strategi energi bersih.

Untuk diketahui, dana ini nantinya juga akan digunakan untuk mengeksplorasi peluang pengembangan hidrogen hijau di Australia. Kemudian guna memfasilitasi evaluasi perusahaan terhadap produksi hidrogen di Pulau Seram di Indonesia.

Bisnis industri hidrogen saat ini memang tengah tumbuh di seluruh dunia. Tidak seperti bahan bakar fosil, hidrogen tidak menghasilkan karbondioksida saat dibakar. Oleh sebab itu, energi ini tidak berkontribusi pada pemanasan global.

Bahkan awal pekan ini, pemerintah Australia mengumumkan tambahan US$ 275,5 juta atau sekitar Rp 3,85 triliun untuk mengembangkan empat pusat hidrogen di kawasan regional Australia selama lima tahun.  Komitmen tersebut didasarkan pada janji tahun lalu, terutama untuk investasi sebesar US$ 70,2 juta atau sekitar Rp 982,8 miliar dalam mengembangkan satu hub hidrogen.

World Research Institute (WRI) mencatat, lebih dari setengah emisi gas rumah kaca global disumbang sepuluh negara di dunia. Dari data Climate Watch yang dirilis WRI Indonesia, Tiongkok menjadi kontributor emisi gas rumah kaca terbesar hingga awal 2018. Berikut grafik dalam Databoks:

Reporter: Verda Nano Setiawan