Kelanjutan rencana pengembangan program campuran solar dengan 40% fatty acid methyl ester (FAME) atau biodiesel 40 (B40) hingga kini belum ada kejelasan. Pasalnya, pemerintah belum juga menetapkan target waktu untuk melanjutkan kembali program ini setelah beberapa waktu lalu diputuskan ditunda.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan pihaknya hingga saat ini terus mengkaji implementasi dari program B40. Adapun kajian tersebut terkait kesiapan dari produsen mesin untuk menerima B40 dan memproduksi sesuai spesifikasi yang diharapkan.
Pasalnya, semakin tinggi campuran bahan bakar nabati (BBN), maka spesifikasinya juga perlu ditingkatkan dan ketersediaan insentif. "Jadi belum diputuskan kapan. (Insentif) masih didiskusikan," ujarnya kepada katadata.co.id, Jumat (15/10).
Sementara itu Kementerian ESDM mencatat realisasi serapan dari program mandatori B30 hingga September mulai menunjukkan peningkatan. Menurut dia realisasi penyaluran program B30 pada bulan itu telah mencapai 70% dari alokasi biodiesel sebesar 9,2 juta KL.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana sebelumnya mengatakan, pengembangan B40 secara teknis dapat dilaksanakan. Keputusan ini berdasarkan uji coba Balitbang Kementerian ESDM bekerja sama dengan kelompok kepentingan lainnya.
"Kajian lanjutannya adalah memastikan kebijakan ini dapat berjalan secara berkelanjutan di lapangannya, termasuk keekonomiannya," kata Dadan.
Pemerintah menunda penerapan program B40 tahun ini karena rendahnya konsumsi bahan bakar minyak atau BBM selama pandemi Covid-19. Selain itu, kondisi harga sawit yang sempat melonjak menjadi tantangan tersendiri untuk mengembangkan bahan bakar jenis ini, apalagi harga minyak mentah sempat turun cukup dalam.
Padahal sebelumnnya Kementerian ESDM optimistis program ini dapat berjalan mulai tahun ini. Pertamina pun telah menyatakan kesiapannya untuk memproduksi BBN hingga B100.
Meski demikian, perusahaan migas pelat merah ini meminta dukungan pemerintah berupa kewajiban pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) CPO seperti yang diterapkan pada batu bara.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati DMO CPO ini demi menjaga keberlangsungan ketersediaan pasokan CPO dengan harga jual yang lebih murah dari harga ekspor, seiring dengan harga yang berfluktuasi. "Kelangsungan green diesel dan green gasoline perlu support DMO palm oil, baik volume maupun harga," ujarnya.
Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mencatat produksi biodiesel terus meningkat, terutama pada empat tahun terakhir. Tahun lalu produksinya 8,59 juta kiloliter, meningkat dibandingkan 2019 sebesar 8,4 juta kiloliter. Secara tren, produksi biodiesel mulai meningkat pada 2017 dengan total 3.4 juta kiloliter.
Realisasi pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan domestik pada tahun lalu tercatat sebesar 8,46 juta kiloliter. Sedangkan, ekspor biodiesel sepanjang 2020 hanya sebesar 27.774 kiloliter. Simak databoks berikut: