Konsumsi Listrik 2050 Capai 2.000 TWh, DEN: RI Butuh 1.000 GW PLTS
Dewan Energi Nasional memprediksi konsumsi listrik pada 2050 mencapai 2.000 Terra Watt hour (TWh). Jika kebutuhan ini ingin disokong oleh sumber energi baru terbarukan (EBT) sepenuhnya, maka dibutuhkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas lebih dari 1.000 gigawatt (GW).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan pemerintah perlu menggenjot pengembangan energi surya untuk menyokong kebutuhan listrik pada 2050. Pasalnya, energi maksimal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) hanya 500 TWh.
"Konsumsi listrik 2.000 TWh di 2050, berarti proyeksi tenaga surya kita itu akan lebih dari 1.000 GW untuk mencapai transisi energi," kata dia dalam diskusi, COP 26 Glasgow “Harapan Memaksimalkan Pemanfaatan Energi Terbarukan, Jumat (5/11).
Opsi ini diambil jika pemanfaatan sumber energi alternatif lainnya, seperti nuklir tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan listrik di tahun itu. Mengingat, banyak negara maju yang tidak merekomendasikan nuklir sebagai upaya pengurangan emisi karbon.
Bahkan porsi PLTN yang beroperasi di negara maju akan menurun pada tahun 2040, dari sekitar 280 GW pada tahun 2018 menjadi lebih dari 90 GW pada tahun 2040. Karena itu, energi surya menjadi opsi untuk memenuhi kebutuhan listrik nantinya.
Sementara, jika melihat rencana penambahan PLTS dalam draf RUPTL 2021-2030, kapasitas yang bertambah hanya sekitar 5 GW. Sehingga masih perlu upaya ekstra untuk mengejar kekuranngan 995 GW dari rentan waktu 2030 ke 2050.
"Sebesar 5 GW energi surya sampai 2030 itu tak memberi indikasi kita on the track untuk net zero emission pada 2050. Seharusnya 2030 itu energi surya 30 GW sesuai dengan RUEN yang sudah ada," katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya menilai peta potensi teknis EBT yang komprehensif perlu disiapkan untuk mendukung transisi energi menuju pemanfaatan 100% EBT dan mencapai Indonesia bebas emisi pada 2050.
Pasalnya, data potensi teknis EBT Indonesia masih merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 443,2 GW. Data ini pun belum dimutakhirkan sejak 2014. Selain itu, data RUEN juga jauh lebih rendah dari potensi EBT yang sesungguhnya. Simak databoks berikut:
"Data potensi energi terbarukan yang tidak optimal akan mempengaruhi cara pandang, strategi serta pembuatan keputusan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Kesalahan ini akan membuat pemerintah dan pelaku usaha tidak optimal merencanakan transisi energi," katanya.
Adapun dalam kajian yang diluncurkan pada Oktober lalu yang bertajuk "Beyond 443 GW Indonesia’s infinite renewable energy potentials", IESR menggunakan GIS untuk memutakhirkan data potensi teknis surya, angin dan air.
Dengan mempertimbangkan masalah variabilitas dan sifat intermitensi ketiga jenis EBT, IESR juga mengkaji potensi biomassa serta penyimpanan daya hidro terpompa (Pumped Hydro Energy Storage/PHES).
Hasilnya, Indonesia mempunyai total potensi teknis energi surya, angin, air dan biomassa sebesar 7.879,43 GW dan 7.308,8 GWh untuk PHES.
Peneliti Senior IESR Handriyanti Diah Puspitarini mengatakan biomassa dan PHES dapat digunakan sebagai sumber pelengkap untuk mengatasi masalah intermiten dan variabilitas dari energi surya, angin, air.
"Hasil hitungan kami menunjukkan potensi biomassa mencapai 30,73 GW, namun efisiensinya hanya 20-35% sehingga memerlukan PHES," ujar Handriyanti penulis kajian "Beyond 443 GW Indonesia’s infinite renewable energy potentials".
Potensi besar ini jika dimanfaatkan secara optimal akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan energi di Indonesia. Sedangkan, dalam laporan Dekarbonisasi Sistem Energi di Indonesia yang diluncurkan IESR pada Mei lalu, memproyeksikan kebutuhan kapasitas energi pada 2050 mencapai 1.600 GW.
Indonesia disebut dapat memenuhi kebutuhan listrik 1.600 GW dari 100% EBT dan mencapai nol emisi karbon pada 2050. Berdasarkan kajian itu, kontribusi utamanya berasal dari 1.492 GW PV surya atau 88% dari bauran energi primer, 40 GW tenaga air, dan 19 GW panas bumi dan didukung dengan kapasitas storage yang optimal.