Sebanyak 21 proyek energi terbarukan berkapasitas 1,2 gigawatt (GW) milik PT PLN akan ditawarkan kepada investor pada 2021-2022. Kepastian dalam proses pengadaan dan aturan tarif dinilai menjadi kunci untuk menarik minat investor.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) M Assegaf mengatakan, produsen listrik swasta alias IPP saat ini siap untuk berinvestasi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), terutama yang ditawarkan oleh PLN. Namun, menurut dia, investor masih ragu karena masih ada persoalan terkait belum jelasnya mekanisme pengadaan.
Mengacu pada regulasi yang ada saat ini yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 50/2017 juncto Permen ESDM No.04/2020, penunjukan langsung oleh PLN sudah diperbolehkan. Namun untuk tarif, masih mengacu pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) setempat.
Dengan adanya kondisi tersebut, menurut dia, sudah dapat dipastikan bahwa proses kesepakatan tarif akan memakan waktu. Akibatnya, Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA) menjadi terhambat.
"Solusi utama adalah diterbitkannya Perpres tentang harga EBT yang saat ini masih tertahan. Terbitnya perpres akan mempercepat dan menambah minat investor dalam mengajukan proposal investasi," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (23/11).
Menurut Assegaf, kebutuhan pendanaan sebenarnya tak menjadi persoalan utama investor. Selama perjanjian jual beli listrik dapat dikerjakan dengan cepat dan tarif sesuai dengan tingkat keekonomian yang wajar, investor akan tetap antusias untuk berinvestasi pada proyek energi bersih tersebut.
"Intinya kepastian dalam proses pengadaan dan aturan tarif menjadi kunci menarik minat investor," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan, pengembang panas bumi sangat tertarik dengan proyek-proyek yang ditawarkan PLN. Oleh sebab itu, ia berharap syarat dan ketentuan joint venture, termasuk harga bisa membuat pengembang swasta tertarik.
"Dengan peraturan yang ada sekarang kan sebetulnya sudah bisa jalan. Kita berharap harga Panasbumi di draft perpres bisa ditinjau ulang," katanya.
Pemerintah telah merampungkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT). Beleid ini akan mengatur harga jual listrik EBT dengan tiga mekanisme, yakni harga jual listrik dengan mekanisme Feed In Tariff (FIT), harga patokan tertinggi (HPT), dan harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker.
Adapun tarif listrik yang dipatok dalam draft Perpres harga EBT untuk panas bumi, yakni:
- PLTP 10-50 MW: HPT US$ 0,0892 (8,92 sen) per kWh
- PLTP 50-100 MW: HPT US$ 0,0819 (8,19 sen) per kWh
- PLTP >= 100 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh
PLN saat ini tengah menawarkan sejumlah proyek pembangkit listrik, beberapa di antaranya yakni:
- PLTP Kumbih-3 berkapasitas 45 megawatt (MW)
- PLTA Bakaru-II 140 MW
- PLTP Hululais 1 dan 2 110 MW.
- Pmbangkit hydro Sumatera tersebar 200 MW
- PLTP Tulehu 1 dan 2 20 MW
- PLTP Songa Wayua 2x5 MW
- PLTP Atadei 2x5 MW
- PLT Biomassa Halmahera 10 MW,
- PLTS Sumbawa-Bima tersebar 10 MW
- Konversi PLTD menjadi PLTS
- Battery energy storage system (BESS) 500 MW.