Implementasi PLTS Atap 3,61 GW, Pendapatan PLN Turun Triliunan Rupiah

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Pekerja melakukan perawatan pada panel surya di Ka Nung Bakery, Kelurahan Empang, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/5/2022).
21/3/2023, 22.02 WIB

Kementerian ESDM menghitung potensi pengurangan pendapatan PLN mencapai 2,1% per tahun jika instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap mencapai target pemasangan 3,61 giga watt (GW) pada 2025.

Sebagai gambaran, pada 2022 PLN membukukan pendapatan sebesar Rp 455 triliun. Artinya, jika pemerintah berhasil mencapai target pemasangan PLTS atap sebesar 3,61 GW pada 2025, maka PLN akan kehilangan pendapatan per tahun sebesar Rp 9,5 triliun.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, menyampaikan faktor tersebut disebabkan oleh peralihan penggunaan listrik pelanggan yang sebagaian dipenuhi oleh setrum dari PLTS atap dari semula kebutuhan listrik yang dipasok oleh PLN.

"Gambarannya yaitu dari pengurangan penggunaan energi listrik PLN oleh pelanggan PLTS atap dikali tarif listrik per kWh dalam kurun waktu 1 tahun," kata Dadan melalui pesan singkat pada Selasa (21/3).

Pemerintah bakal mengatur regulasi mengenai pemasangan PLTS atap lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Permen tersebut saat ini masih dalam tahap revisi menyusul adanya keluhan dari pelaku usaha PLTS atap yang mengeluhkan pembatasan kapasitas instalasi daya PLTS atap maksimal 15% dari total kapasitas listrik yang terpasang dari pelanggan rumah tangga maupun industri oleh PLN.

"Proses revisi saat ini sedang dalam tahap pembahasan dengan pemangku kebijakan terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan PLN," ujar Dadan.

Dadan menyampaikan bahwa poin penting yang menjadi topik bahasan ESDM dan PLN adalah mengenai rencana penerapan sistem kuota dalam pengembangan PLTS atap. Mekanisme tersebut memungkinkan para konsumen terbebas dari batasan kapasitas instalasi per pelanggan.

Peniadaan batasan kapasitas ini bertujuan untuk memberikan kesempatan luas bagi konsumen untuk memasang PLTS atap. Lewat regulasi terbaru itu, para konsumen terbebas dari batasan kapasitas instalasi per pelanggan dari PLN.

Peniadaan batasan kapasitas ini bertujuan untuk memberikan kesempatan luas bagi konsumen untuk memasang PLTS atap. Konsumen dapat menginstal PLTS atap tanpa ada pembatasan kapasitas selama para pengguna tidak melakukan ekspor daya listrik ke jaringan PLN dan kuota yang diberikan masih tersedia.

Alhasil, meski batasan kapasitas instalasi daya PLTS telah dihapus, para konsumen akan diberikan kuota maksimal berupa batasan kapasitas per pelanggan. Lewat mekanisme kuota, para pengguna PLTS atap tidak bisa mengekspor atau menjual listrik ke PLN.

Konsep kuota dibagi menjadi tiga tingkat berupa kuota sistem, sub-sistem dan kuota tingkat klaster dengan satuan megawatt (MW). Besaran kuota tersebut akan ditetapkan oleh Kementerian ESDM untuk selanjutnya dijalankan oleh PLN selaku badan usaha.

Alokasi kuota PLTS atap akan disalurkan secara paralel. Sebagai contoh, Kementerian ESDM bakal menetapkan kuota pada sistem Jawa-Bali (Jamali). Kuota terpusat itu akan dilungsurkan dan disesuaikan pada sub sistem Cirebon untuk selanjutnya disebar ke masing-masing kuota klaster dalam bentuk gardu induk.

Adapun besaran kuota yang ditetapkan dari tiap tingkatan bisa dipantau melalui website resmi PLN yang akan menjadi pedoman untuk pelaksanaan program PLTS Atap. Calon pengguna PLTS Atap diwajibkan untuk mengajukan permohonan instalasi kepada PLN.

PLN sebagai otoritas tunggal listrik nasional akan mengevaluasi sisa kuota yang tersedia di tingkat yang paling kecil, yakni tingkat klaster atau gardu induk. Sepanjang kuota di tingkat gardu induk masih tersedia, permohonan instalasi PLTS atap bisa diproses lebih lanjut.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu