Ekspor Impor Listrik PLTS Atap Dihapus, Ini Dampaknya ke Pelanggan
Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menganggap revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang menghapus ketentuan ekspor-impor atau eksim listrik berpotensi menghambat pemasangan PLTS atap dan pencapaian target bauran energi bersih Indonesia.
Penghapusan skema eksim listrik PLTS atap dapat mengikis keekonomian PLTS atap skala rumah tangga sekaligus menyulitkan upaya pemerintah untuk mengejar target instalasi sebesar 3,6 gigawatt (GW) pada 2025.
Ketua AESI Fabby Tumiwa, menjelaskan bahwa penghapusan skema eksim dapat menurunkan minat konsumen PLTS atap pada pangsa rumah tangga. Penghapusan skema eksim menutup peluang pelanggan rumah tangga untuk menurunkan tagihan listrik mereka lewat ekspor kelebihan setrum surya kepada PLN.
Padahal, menurut Fabby, skema eksim pada sektor konsumen PLTS atap rumah tangga berpotensi mengerek pertumbuhan pelanggan karena ada jaminan penyerapan kelebihan produksi listrik surya yang dihasilkan.
Hal tersebut dinilai dapat menekan keekonomian PLTS atap rumah tangga yang umumnya hanya bisa dinikmati terbatas oleh konsumen pada siang hari. Untuk menyerap kelebihan listrik agar bisa digunakan pada malam hari, pelanggan PLTS atap rumah tangga harus menambah fasilitas baterai yang membutuhkan biaya tambahan.
"Konsumen PLTS Atap rumah tangga ini hanya menikmati hasil sepertiga dari kapasitas terpasang, karena memang penggunaan listrik lebih banyak di malam hari," kata Fabby kepada Katadata.co.id, Kamis (25/5).
Penghapusan skema eksim merupakan kompensasi dari peniadaan batasan kapasitas instalasi per pelanggan yang sebelumnya diatur oleh PLN. Konsumen dapat menginstal PLTS atap tanpa ada pembatasan kapasitas selama para pengguna tidak melakukan ekspor daya listrik ke jaringan PLN dan kuota yang diberikan masih tersedia.
Menurut Fabby, mekanisme peniadaan batasan kapasitas pemasangan PLTS atap merupakan kebijakan progresif, khususnya bagi sektor industri dan bisnis yang aktif pada siang hari. Namun efek lanjutan berupa penghapusan eksim listrik berdampak negatif bagi sektor pelanggan PLTS atap rumah tangga.
"Lampu, pendingin ruangan itu aktif malam hari. Sementara saat siang penggunaan listrik cenderung tak signifikan. Implementasi PLTS atap rumah tangga berbeda dengan sektor industri," ujar Fabby.
Pelanggan PLTS atap skala rumah tangga biasanya memasang panel surya berkapasitas 10 kilowatt peak (KWp). Melalui penghapusan eksim, konsumen akan menyesuaikan instalasi PLTS atap dengan tingkat serapan listrik siang hari yang rerata hanya 3 KWp.
"Ketimbang pelanggan pasang 10 KWp tapi tak bisa maksimal, maka ke depan pelanggan akan pasar kapasitas sepertiganya. Ini berdampak pada upaya memenuhi target instalasi 3,6 GW pada 2025. Pasang 10 KWp dan 3 KWp sudah terlihat berbeda," jelas Fabby.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyampaikan bahwa hasil revisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap bakal menghapus ketentuan ekspor-impor listrik sehingga mengurangi dampak negatif terhadap keuangan PLN.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan bahwa Nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke jaringan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL), yakni PLN ke depannya tidak diperhitungkan.
"Ketentuan ekspor-impor dihapuskan pada rancangan revisi Permen ESDM sehingga secara komersial akan mengurangi dampak di sisi PLN," kata Dadan lewat pesan singkat pada Kamis (25/5).
Meski pemerintah menghapus mekanisme ekspor-impor, Dadan menyebut revisi Permen ESDM tersebut dapat tetap mendorong minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap lewat adanya pengaturan tentang kuota, amanat untuk infrastruktur pendukung, dan penghapusan biaya operasi.
"Biaya kapasitas atau capacity charge yang sebelumnya dikenakan kepada pelanggan industri, ke depannya tidak akan dikenakan kepada seluruh kategori pelanggan," ujar Dadan.