Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas sisa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) pada 6-8 November 2023.
Sekretaris Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan salah satu DIM yang masih belum mendapatkan kesepakatan panitia kerja (panja) pemerintah dan DPR yaitu berkaitan dengan aturan pemanfaatan energi nuklir.
“Salah satunya yang belum disepakati DIM nya itu soal nuklir,” kata Dadan, saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/10).
Dadan mengatakan, RUU EBT baru bisa dibawa ke rapat kerja DPR setelah pembahasan DIM itu selesai. Setelah itu, bisa diputuskan langsung oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif beserta pimpinan Komisi VII DPR RI.
“Jadi tahapannya sudah semakin dekat kesitu,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan RUU EBT ditargetkan selesai akhir tahun ini.
RUU EBT seharusnya sudah bisa diselesaikan sebelum acara G20 pada November 2022 lalu di Bali. Namun, terdapat sejumlah hambatan salah satunya daftar isi dari RUU tersebut baru diserahkan saat mendekati acara G20.
Dia mengatakan tengah memimpin panja DPR untuk menginventarisir masalah yang terkait RUU EBT. Terdapat 574 DIM dalam pembahasan RUU EBT itu.
"Dari 574 DIM, sudah diselesaikan 360 DIM. Insya Allah akhir tahun ini atau awal tahun depan paling lama, sebelum periode DPR ini sudah kita selesaikan,” ujarnya dalam agenda diskusi panel yang diselenggarakan Sisiplus Katadata bertajuk "Pathways to a Prosperous Indonesia - Powered by Renewable Energy" di Jakarta, Selasa (24/10).
Dia berharap, RUU EBT dapat menciptakan ekosistem energi bersih berkembang sehingga lambat laun penggunaan energi fosil bisa berkurang. Pasalnya, Indonesia hingga saat ini masih ketergantungan pada energi fosil seperti energi minyak BBM, gas dan batu bara. Misalnya saja di bidang kelistrikan tercatat dari 77,4 Gigawatt (GW) atau setara 67,2% masih menggunakan PLTU batu bara.
“Kami sebagai komisi VII terus mengupayakan bersama pemerintah bagaimana target net zero emission di 2060 tetap tercapai,” kata dia.
Sugeng menuturkan, Indonesia memiliki banyak potensi EBT yang bersumber dari energi panas bumi, surya, solar, angin, dan energi air pembangkit tenaga air. Namun demikian, dia mengatakan, Indonesia membutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) jika ingin mencapai target net zero emission pada 2060.
“Maka aturan tentang PLTN itulah yang sedang kita siapkan juga dalam UU energi baru terbarukan,” kata dia.