Sejumlah pengamat menilai pemerintah pusat, PLN, dan Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) belum memiliki kerangka kerja yang seragam dan komprehensif sebagai acuan dalam transisi energi. Kerangka acuan ini dibutuhkan untuk mengatasi dampak ekonomi dan sosial yang mungkin timbul dari pelaksanaan transisi energi.
Peneliti CELIOS Muhamad Saleh transisi energi berpotensi gagal karena belum adanya kerangka acuan yang komprehensif dalam transisi energi. "Pertama, program JETP masih pada level kebijakan yang tidak memiliki basis hukum yang kuat, termasuk penyebutan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) sebagai living document yang sewaktu-waktu bisa berubah," kata Saleh dalam Diseminasi Temuan Riset CELIOS dan CERAH 'Antisipasi Dampak Ekonomi Pensiun Dini PLTU Batu Bara' yang berlangsung di Jakarta, Kamis (25/1).
Kedua, pemerintah belum menentukan waktu yang spesifik untuk menyusun peta jalan (road map) pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Ketiga, kriteria untuk mempercepat pengakhiran operasi PLTU tidak bebas dari konflik kepentingan.
“Situasi benturan kepentingan menjadi sangat nyata saat PLN harus mengakhiri pengoperasian PLTU yang dimilikinya sendiri atau PLTU milik swasta (Independent Power Producer/IPP),” kata Saleh.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CERAH Agung Budiono mengatakan agenda transisi energi, pensiun dini PLTU penting dilakukan untuk mencapai ambisi Net Zero Emissions (NZE) pada 2060. Namun, langkah itu tidak cukup.
Kebijakan tersebut harus diiringi dengan akselerasi pembangunan energi terbarukan agar mampu mengatasi dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat pensiun dini PLTU. “Jadi, antara pensiun dini PLTU dan pembangunan energi terbarukan harus dilakukan secara paralel agar dampak ekonomi dan sosialnya bisa dimitigasi. Penting bagi pemerintah untuk melihat ini secara utuh," tutur Agung.
Ia juga berharap pemerintah daerah dilibatkan dalam penyusunan peta jalan transisi energi dalam program pensiun dini PLTU. Pasalnya, pemerintah daerah akan menghadapi dampak ekonomi dan sosial dari kebijakan tersebut.
CELIOS dan CERAH memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemerintah untuk menyempurnakan kebijakan dan regulasi terkait program transisi energi. Berikut ini rinciannya:
- Penyusunan kerangka kerja atau peta jalan pensiun dini PLTU memerlukan perencanaan hukum dan kelembagaan terlebih dahulu. Misalnya, melalui pembentukan peraturan khusus untuk program percepatan pengakhiran masa operasional PLTU
- Merumuskan regulasi tentang prosedur yang jelas, pasti dan baku dalam proses penyusunan peta jalan percepatan pengakhiran operasional PLTU
- Melibatkan pemerintah daerah (pemda) dan aktor kunci dalam penyusunan peta jalan percepatan pengakhiran operasional PLTU
- Merumuskan kriteria bebas dari konflik kepentingan untuk mempercepat pengakhiran operasi PLTU milik PLN dan IPP
- Mengubah Perpres 11/2023 dengan memperjelas konsep pembagian urusan pemerintahan konkuren bidang energi baru terbarukan (EBT) dengan pemda, pelibatan pemda kabupaten/kota, serta penyusunan peraturan untuk pengelolaan EBT di daerah
- Mengintegrasikan perspektif gender, disabilitas, dan inklusi sosial (Gedsi) ke dalam semua aspek kerangka kebijakan transisi energi yang adil, termasuk undang-undang, kebijakan, proyek, dan alokasi anggaran
- Menemukan dan mengevaluasi permasalahan yang berkaitan dengan Gedsi serta hambatan-hambatan khusus yang memengaruhi individu, keluarga, dan komunitas