AESI: Aturan Kuota Berpotensi Hambat Perizinan dan Penetrasi PLTS Atap

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
6/3/2024, 09.57 WIB

Ketentuan baru mengenai kuota pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dinilai bakal menghambat penetrasi tenaga surya tersebut. Aturan baru tersebut juga dinilai mempersulit izin PLTS atap.

Aturan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2024.

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Arya Rezavidi, mengatakan penetapan sistem kuota membuat penetrasi PLTS atap tidak maksimal. Untuk diketahui, dalam permen tersebut dituliskan bahwa klausul evaluasi kuota PLTS atap dari pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dilakukan setiap lima tahun sekali.

“Klausul dinilai dapat menghambat iklim pengembangan PLTS atap yang justru ditargetkan bertumbuh pesat hingga 3,6 gigawatt (GW) pada 2025,” kata Arya dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung dengan Jaringan Pemegang IUPTLU, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (5/3).

Untuk itu, kata Arya, pemerintah perlu menjabarkan lebih lanjut mengenai kepastian dan transparansi sistem kuota, terutama dalam sistem di setiap daerah atau subsistem.

Alur Perizinan Berpotensi Lambat

Selain itu, Arya mengatakan, periode pendaftaran yang hanya dibuka dua kali dalam setahun juga menghambat penetrasi PLTS Atap. Dalam aturan tersebut, pendaftaran dibuka setiap Januari dan Juli setiap tahunnya bagi calon pelanggan yang ingin memasang PLTS atap dan terhubung dalam jaringan.

"Sistem ini memungkinkan adanya risiko keterlambatan alur perizinan oleh karena adanya banyaknya input permohonan yang harus diproses pada rentang waktu perizinan dalam satu tahun," ucapnya.

Direktur Retail dan Niaga PLN, Edi Srimulyanti, mengatakan pentapan kuota PLTS dilakukan untuk melihat seberapa kuat sistem dari PLN untuk menyangga produksi listtik PLTAS atap yang kerap berfluktuasi akibat cuaca. Pasalnya, PLTS memiliki sifat intermitensi atau berjeda.

Pola produksi PLTS atap sulit diprediksi dan bergantung pada cuaca. Ketika cuaca cerah, pola produksi akan naik dan akan turun pada sore hari.

"Sebaliknya, dalam kondisi tertentu seperti mendung, berawan, atau dari cerah tiba-tiba hujan, pola produksi akan naik-turun," kata Edi.

Hal ini akan menyebabkan penurunan produksi listrik PLTS cukup ekstrim hingga 95 persen dalam kurun 5 menit. Untuk itu, perlu kesiapan sistem dan pembangkit untuk menggantikan daya PLTS yang hilang.

Reporter: Rena Laila Wuri