ESDM Kaji Kewajiban Mencampurkan Bioetanol di Seluruh Depo BBM

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023). PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Patra Niaga resmi meluncurkan Pertamax Green 95 yakni BBM Pertamax dengan campuran bioetanol 5 persen dan dijual seharga Rp13.500 per liter dengan RON 95.
24/6/2024, 12.52 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji kewajiban untuk mencampurkan bahan bakar nabati khususnya bioetanol di seluruh depo bahan bakar minyak (BBM). Hal itu dilakukan demi mengejar tercapainya target peta jalan pencampuran bioetanol 10% pada 2035.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi,  mengatakan peta jalan Kementerian ESDM sudah menetapkan jika target campuran bioetanol mencapai 5% pada 2024 hingga 2028. Setelah itu target dinaikkan menjadi 10 persen hingga 2035.

Dia mengatakan,  pemerintah tengah mempersiapkan kebijakan untuk menyederhanakan perizinan. Selain itu terdapat juga kajian mengenai kewajiban pencampuran bioetanol di seluruh depo bbm di Indonesia.

"Kita sedang membuat skema peraturan menteri esdm tentang pengusahaan bahan bakar nabati karena izin usaha, lalu kepastian tata niaganya perlu ditinjau ulang," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, saat dikonfirmasi Katadata, Senin (23/6).

Selain itu, Eniya mengatakan, pemerintah juga tengah mengkaji jaminan keberlangsungan feedstock untuk industri dalam negeri. Pemerintah juga tengah menggenjot lahan tebu yang ada di Indonesia.

Eniya mengatakan, hal tersebut dilakukan guna membuat pasokan yang memadai. Pemerintah mendukung industri dalam negeri untuk membuat bahan baku dan menaikan teknologinya sehingga bisa menghasilkan fuel grade ethanol.

Fuel grade ethanol (merupakan etanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, memiliki kadar 99,5% dengan kadar air maksimal 0,5%.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional, ditargetkan alokasi bioetanol mencapai 1,29 juta kiloliter (kl) sampai dengan 2030. Namun sampai dengan saat ini, 13 produsen bioetanol yang ada di Indonesia baru mampu menghasilkan sebanyak 365 kl. 

Selain itu, baru sepertiga atau 4 produsen yang telah memiliki fasilitas untuk meningkatkan kemurnian dari bahan baku mentah menjadi bahan bakar nabati yang dapat dicampurkan ke BBM.

Ganjot Lahan Tebu

Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan Indonesia optimistis bisa memproduksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu sesuai dengan target yakni 1,2 juta kiloliter (KL) pada tahun 2030.

Namun, luasan lahan perkebunan tebu perlu ditambah untuk mengejar target produksi bioetanol tersebut.
Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan, potensi permintaan yang cukup besar membuat pemerintah terus mendorong penggunaan bioetanol untuk bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor.

“Kita memang menargetkan bioetanol sebesar 1,2 juta KL pada 2030. Jumlah itu luar biasa besar, jadi kami optimis,” ujar Satya dalam acara Energy Corner, CNBC Indonesia TV, yang disiarkan secara daring, Selasa (28/11).

Dia mengatakan, target 1,2 juta KL tersebut juga sudah termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Dia mengatakan, jumlah produksi bioetanol di dalam negeri saat ini masih sangat kecil, yakni 40 ribu KL per tahun. Oleh karena itu, Satya menilai perlu adanya penambahan areal lahan baru perkebunan tebu untuk memenuhi kebutuhan produksi bioetanol.

Satya menyebut bahwa produksi bioetanol sebenarnya tidak hanya bergantung pada tanaman tebu saja. Indonesia bisa memproduksi bioetanol berbasis tanaman lainnya, salah satunya adalah sorgum.

“Jadi kalau kita kasih mau mempertahankan penggunaan tebu, maka lahannya harus luas, karena lahan itu yang mempresentasikan jumlah molase ke depannya,” kata dia.




Reporter: Djati Waluyo