Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memproyeksikan penjualan kendaraan berkarbon rendah atau LCEV akan meningkat pada tahun ini, terutama untuk mobil listrik berbasis baterai dan hybrid.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mencatat setidaknya dua pendorong peningkatan penjualan LCEV tahun ini. Pertama, peningkatan edukasi konsumen terkait emisi dan keekonomian LCEV.
"Misalnya, biaya bensin dengan mobil konvensional mencapai Rp 2 juta per bulan, sedangkan biaya listrik LCEV hanya Rp 150.000 sebulan. Perbedaannya kan lumayan besar," kata Kukuh di Kementerian Perindustrian, Rabu (10/7).
Gaikindo mendata total penjualan LCEV pada Januari-Mei 2024 mencapai 31.267 unit atau 9,3% dari total penjualan. Secara rinci, kontribusi kendaraan hybrid mencapai 6,4% atau 21.500 dan kendaraan berbasis baterai sebesar 2,9% atau 9.729 unit.
Kukuh menilai penjualan LCEV pada akhir tahun ini dapat melampaui capaian tahun lalu sejumlah 71.358 unit. Namun Kukuh mengakui produk LCEV yang dijual di dalam negeri belum sesuai dengan preferensi konsumen nasional.
Dia menilai konsumen lokal cenderung membeli mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta yang mampu mengangkut tujuh orang. Selain itu, penjualan kendaraan emisi rendah masih terhambat kecemasan konsumen terkait performa LCEV.
"Kecemasan itu tidak akan hilang dalam waktu satu sampai dua tahun. Konsumen di Eropa saja masih banyak pertimbangan untuk membeli LCEV," katanya.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian berencana memperluas insentif pada kendaraan listrik berbasis baterai ke semua jenis LCEV. Dengan demikian, konsumen mendapatkan stimulus untuk membeli LCEV.
Insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 8 Tahun 2024. Beleid tersebut membuat pemerintah menanggung Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% pada pembelian kendaraan listrik berbasis baterai dengan tingkat komponen dalam negeri 40%.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Putu Juli Ardika menilai insenti tersebut penting agar kontribusi penjualan LCEV ke total penjualan mobil setara dengan negara lain di Asia Tenggara.
Putu menilai kontribusi penjualan LCEV ke total penjualan mobil hanya 9,3% pada Januari-Mei 2024 karena total pajak pada LCEV mencapai 33%. Sementara itu, kontribusi LCEV ke total penjualan mobil di Thailand telah mencapai 23,8% lantaran pajak pada LCEV di Negeri Gajah Putih hanya sekitar 7,5%.
Oleh karena itu, Putu menilai pasar mobil di dalam negeri berpotensi dibanjiri LCEV dengan perluasan insentif kendaraan listrik berbasis baterai. Insentif tersebut akhirnya dapat mendorong produksi LCEV nasional dan menjadi sentra produksi di Asia Tenggara.
"Perluasan insentif ini langkah paling bagus untuk menekan kontribusi penjualan mobil konvensional, karena harga mobil hybrid dengan mobil konvensional berdekatan, sehingga insentif dapat membuat konsumen mobil konvensional migrasi ke mobil hybrid," katanya.