Pemerintah akan menggenjot bioetanol untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di Indonesia. Langkah tersebut bertujuan untuk menekan impor BBM.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan penggunaan bioetanol sebagai campuran pada BBM jenis bensin di Indonesia bisa menekan importasi dan mewujudkan swasembada energi ke depannya. Pemerintah telah mendorong kendaraan listrik untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Namun upaya itu saja tidak cukup sehingga penggunaan bioetanol harus didorong.
"Dan ini saya yakini tidak hanya pemerintah saat ini, pemerintah ke depan juga menginginkan swasembada energi yang sehat," kata Erick di sela menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (10/7) malam.
Erick menjelaskan bahwa dalam era digitalisasi saat ini, semakin banyak orang yang akan beralih ke mobil listrik. Hal ini mengakibatkan berkurangnya jumlah mobil yang menggunakan bahan bakar fosil. Dia juga menyoroti bahwa penggunaan bahan bakar fosil tersebut dapat digantikan dengan bioetanol.
Menurut dia, penggunaan bioetanol dianggap sebagai alternatif yang positif ke depan karena memberikan potensi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta menyumbang pada upaya perlindungan lingkungan dan keberlanjutan energi.
Bioetanol adalah bahan bakar berbasis nabati yang bisa dijadikan pengganti BBM. Salah tumbuhan yang bisa menjadi bahan baku bioetanol adalah tebu.
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), setiap 1 ton tetes tebu dapat menghasilkan 250 liter bioetanol. Volume konversi tetes tebu itu merupakan yang paling tinggi dibanding bahan baku bioetanol lain, seperti terlihat pada grafik.
Pembatasan BBM
Dalam kesempatan itu, Erick juga menanggapi terkait revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (Perpres 191) untuk membatasi pembelian bakar bakar minyak (BBM) subsidi. Menurut Erick, hal itu dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran dan menyesuaikan dengan kondisi ekonomi penduduk Indonesia yang berbeda-beda.
"Pembatasan tidak ada, kan jumlah penduduk Indonesia makin banyak, tetapi kan segi keekonomian masing-masing penduduk Indonesia berbeda-beda. Jadi, tepat sasaran yang lebih diutamakan," katanya.
Erick juga mengatakan bahwa Kementerian BUMN tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan dari wacana tersebut. Tetapi dia menyebutkan, saat ini wacana tersebut masih didiskusikan di antara kementerian terkait.
Kementerian BUMN mendukung langkah-langkah pemerintah dalam mengatur bantuan-bantuan yang seharusnya didapat oleh masyarakat, termasuk listrik dan gas. Selain itu, Erick juga berharap agar hal tersebut tidak menjadi polemik di tengah masyarakat. Apalagi, hal itu sudah digodok hampir setahun lebih, sehingga bukan sesuatu yang baru.
"Dengan sekarang keterbukaan informasi, dengan adanya juga yang namanya digitalisasi, saya rasa tidak perlu dikhawatirkan itu," kata Erick.