Sri Mulyani Lobi G20 agar Pembiayaan Pensiun Dini PLTU Diakui Hijau

ANTARA FOTO/Jojon/wsj.
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/9/2021).
Penulis: Happy Fajrian
13/7/2023, 14.24 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui adanya kesulitan dalam membiayai pensiun dini PLTU di Indonesia sebagai salah satu upaya transisi energi. Oleh karena itu dia akan melobi negara-negara di kelompok G20 untuk mengakui pembiayaan pensiun dini PLTU sebagai pembiayaan berkelanjutan.

Menurut Menkeu, aturan menjadi salah satu tantangannya. Banyak lembaga keuangan dan dana investasi dunia yang bersedia membiayai transisi energi, namun menolak untuk terlibat dalam proyek yang terkait dengan batu bara.

“Padahal kalau PLTU batu bara Indonesia mau ditransisikan, itu tidak bisa tiba-tiba dimatikan begitu saja. PLN sih bilang bisa saja PLTU manapun dimatikan, tetapi jika itu milik PLN maka akan berdampak pada turunnya neraca PLN, kalau itu milik IPP, lalu IPP sue PLN dan PLN kalah, minta uangnya ke saya (Kemenkeu),” ujarnya dalam EBTKE ConEx 2023, dikutip Kamis (13/7).

Dia berpandangan bahwa ini menjadi persoalan yag harus disampaikan ke dunia, bahwa transisi energi itu tidak seperti membalikkan tangan, membutuhkan proses. Dari sisi regulasi, para menteri keuangan di ASEAN telah menyepakati ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi 2.

Menurut Sri Mulyani, ini untuk menghilangkan penghalang bagi para pemberi pinjaman atau investor bahwa regulasinya saat ini telah membolehkan pembiayaan untuk pensiun dini PLTU sebagai bagian dari proses transisi energi.

“Kami di Kementerian Keuangan bersama OJK di dalam ASEAN Finance Minister kami minta aturan mengenai financing untuk transition itu diakui (hijau), bukan di punish. Ini juga yang akan kami sampaikan di dalam forum G20. Akhir pekan ini saya akan hadir di G20 Finance Minister di Gujarat, sebagai salah satu agenda global sehingga financing untuk transisi energi tidak terkendala,” ujarnya.

Meski demikian, ketika dana untuk transisi energi sudah tersedia, pada akhirnya lembaga keuangan dan dana investasi dunia akan bertanya-tanya di mana proyek yang harus didanai. Menurut Menkeu, di sini peran PLN sangat krusial.

“Kita boleh ngomongin potensi finansing segini-segini, tapi kala tidak ada transaksinya ya tidak jadi apa-apa. Transaksinya itu berarti PLN, bagaimana mentransisikan coal based menjadi reduction coal based dan masuk renewable lebih banyak,” ujarnya.

Dua Jenis Pembiayaan Transisi Energi

Untuk mendukung transisi energi di Indonesia, pemerintah mengembangkan Energy Transition Mechanism Country Platform yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Menkeu mengatakan bahwa platform ini untuk menunjukkan bahwa tranisi di Indonesia ada dua jenis funding yang diperlukan.

“Satu untuk me-reduce coal, ini bisa berarti pensiun dini PLTU, baik PLTU milik PLN atau IPP, yang tadinya 2050 dimajukan menjadi 2030. Ini hitung-hitungannya untuk pensiun dini seperti apa. Ini pembiayaan pertama yang dibutuhkan,” ujar Menkeu.

Berikutnya setelah mengurangi porsi pembangkit batu bara, dibutuhkan pembiayaan untuk mengembangkan kapasitas pembangkit energi terbarukan untuk menggantikan kapasitas pembangkit batu bara yang pensiun dini.

“Kalau (pembangkit) coal based dipensiunkan, (produksi) energinya turun, padahal permintaan energi naik terus. Maka perlu diganti oleh renewable,” ujarnya.

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.