Turunkan Emisi Karbon, PLN Dukung Infrastruktur Kendaraan Listrik

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/Spt.
Manager PLN UP3 Tegal Aditya Darmawan (kanan) menunjukkan aplikasi PLN Mobile di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Kantor PLN Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (2/8/2023).
Penulis: Nadya Zahira
14/8/2023, 08.40 WIB

PT PLN (Persero) menegaskan komitmen untuk mendukung infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan kualitas udara akibat emisi karbon dari sektor transportasi. 

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan pihaknya mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi melalui penggunaan KBLBB dengan membangun infrastruktur yang memadai di seluruh daerah. PLN menilai beralihnya kendaraan listrik dapat menjadi alternatif mengurangi polusi sekaligus ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. 

Menurut dia, hal Ini merupakan langkah strategis perseroan untuk tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi sekaligus mendorong transformasi energi nasional. Darmawan pun menegaskan PLN mendukung pemberian insentif motor listrik dari pemerintah dengan menyediakan infrastruktur yang memadai. 

“Harapannya masyarakat tidak ragu untuk beralih ke kendaraan listrik,” ujar Darmawan seperti dikutip Senin, (14/8). 

Darmawan mengatakan masyarakat yang hendak beralih ke kendaraan listrik tidak perlu risau. Pasalnya, setiap pembelian kendaraan listrik khususnya roda empat, pelanggan akan mendapatkan layanan pemasangan home charging gratis dan juga diskon tarif listrik untuk pengisian daya di jam 22.00 sampai dengan 05.00. 

Selain itu, infrastruktur pengisian daya umum juga telah tersedia. Dia menyebutkan, saat ini PLN sudah mengoperasikan sebanyak lebih dari 600 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), dan lebih dari 1.400 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Selain itu juga ada 9.000 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) yang tersebar di Indonesia. 

“Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan kendaraan listrik di tanah air,” kata Darmawan.

Dia menuturkan peralihan ke kendaraan listrik menjadi pilihan strategis, mengingat sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang utama emisi karbon di Indonesia.  Bila membandingkan emisi yang dihasilkan antara kendaraan listrik dan kendaraan berbahan bakar minyak, berarti 1 liter BBM sama dengan 1,2 kWh listrik. Dengan begitu emisi karbon 1 liter BBM adalah 2,4 kg CO2e, sedangkan emisi karbon 1,2 kWh listrik adalah 1,3 kg CO2e. 

“Artinya dengan menggunakan kendaraan listrik kita sudah mengurangi sekitar 50 persen emisi karbon," ujar Darmawan. 

Lebih jauh dia mengatakan jumlah emisi yang dihasilkan dari penggunaan kendaraan listrik akan terus berkurang seiring dengan meningkatnya bauran energi baru terbarukan.

Faktor Rendahnya Kualitas Udara di Jakarta

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengatakan rendahnya kualitas udara di Jakarta belakangan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun sektor transportasi menyumbang sebagian besar emisi dengan sumbangan dari gas 51%, minyak 49%, dan dari batu bara 0,42%. 

“Kalau dilihat dari sektor-sektornya maka transportasi itu 44%, industri 31%, industri energi manufaktur 10%, perumahan 14% dan komersial 1%," ungkap Sigit. Sigit menilai, kondisi tersebut diperparah dengan adanya siklus udara kering yang datang dari timur setiap Bulan Juni-Agustus 2023. 

Berdasarkan data Index Standar Pencemaran Udara (ISPU) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, pada saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di mana tingkat mobilisasi kendaraan rendah tercatat emisi partikulat (PM10) pada tahun 2020 hingga di angka 29,41 mg/Nm3. Angka tersebut kemudian meningkat signifikan sebesar 155% atau mencapai angka 75 mg/Nm3 di tahun 2022 di mana PPKM berangsur dilonggarkan. S

igit mengatakan, hal ini menjadi bukti bahwa sektor transportasi berperan dalam menyumbang sebagian besar emisi di Jakarta. Pada periode yang sama pembangkit listrik tetap beroperasi secara penuh.

"Peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas udara adalah dengan memperbaiki sektor transportasi. Baru kemudian alat pengendali pencemaran dari industri," kata dia. 

Reporter: Nadya Zahira