Pengertian UMKM, Kriteria Kekayaan, dan Pemberdayaan di Tengah Pandemi

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Perajn memproduksi kerajinan rotan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (14/5/2020). Presiden Joko Widodo menerapkan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi di sektor UMKM saat pandemi COVID-19.
Penulis: Muchamad Nafi
15/5/2020, 10.37 WIB

(Baca: Dukung UMKM saat Pandemi, Jokowi Resmikan #BanggaBuatanIndonesia

Tipikal seperti ini yang menurut CIDES terjadi di sejumlah negara sejak lama, seperti Jepang usai luluh lantak oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Dalam konteks Indonesia, UMKM telah menjadi backbone dan buffer zone yang menyelamatkan negara dari keterpurukan ekonomi.

Namun pandemi virus corona kali ini membuat banyak UMKM tak berdaya. Dengan cepat satu per satu berjatuhan. Mereka kehilangan pasar seiring melemahnya daya beli masyarakat dampak menurunnya aktivitas ekonomi saat pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah. Di sisi lain, ketika ada permintaan, mereka terhambat akan bahan baku.

Hal ini seperti proyeksi yang dibuat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menurut mereka, salah satu yang terkena imbas penyebaran Covid-19 setelah sektor pariwisata adalah UMKM, terutama pada unit usaha makanan dan minuman. Demikian juga dengan kerajinan dari kayu dan rotan. Lihat grafik Databoks berikut ini:

Pada kedua unit usaha tersebut, lingkup usaha mikro yang paling besar terdampak. Sebanyak 27 % usaha mikro pada unit usaha makanan dan minuman dan 17,03 % pada kerajinan dari kayu dan rotan. Sementara itu, total kerugian dari sektor pariwisata mencapai US$ 2 miliar dengan penurunan pertumbuhan pesawat 0,013 %, penyediaan akomodasi sebesar 0,008 %, dan makanan minuman 0,006 %.

Dalam kondisi serba susah ini, Menteri Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Teten Masduki tetap melihat ada peluang. Seiring melesunya perekonomian global, peluang UMKM untuk mengisi pasar dalam negeri terbuka lebih besar. UMKM bisa menggantikan posisi produk impor, misalkan untuk buah-buahan, sayuran, dan bahan baku sparepart.

Kementeriannya juga mengarahkan agar bisnis UMKM bergeser ke produk yang permintaannya sedang tinggi. Misalnya, saat ini sudah ada 100 UMKM yang beralih memproduksi alat pelindung diri. Berdasarkan data per 30 April, 161 pelaku UMKM produsen masker lolos verifikasi. Mereka dari Jawa Barat, lalu Yogyakarta, Jawa Timur, Gorontalo, dan Jawa Tengah.

Sementara, UMKM yang lolos untuk memproduksi APD hazmat mencapai 86 produsen. Jumlah terbanyak di Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Banten. Adapun jumlah UMKM produsen penyanitasi tangan mencapai 29 pelaku dari Yogyakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Produksi APD di Depok. Saat ini sudah ada 100 UMKM yang beralih memproduksi alat pelindung diri. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.)

Masalah yang Sering Dihadapi UMKM

Walau kontribusi UMKM terhadap PDB cukup signifikan, jenis usaha ini kerap menghadapai masalah -bahkan dalam situasi yang normal- untuk berkembang menjadi besar. UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pernah membuat analisis mengenai hal ini.

Hasil riset mereka menunjukkan bahwa ada dua hambatan utama dalam perkembangan UMKM: kesulitan modal dan pemasaran. Sulitnya memperoleh dukungan dana menghambat para pelaku untuk melakukan ekspansi usaha. Masalah ini sangat terkait dengan akses pembiayaan.

Hingga dua tahun terakhir, tren pembiayaan UMKM mayoritas bertumpu pada sektor perbankan. Padahal, potensi pendanaan dari sektor lain sebenarnya terbuka cukup lebar dengan jangkauan yang lebih luas.

(Baca: Pelaku UMKM Mengaku Belum Merasakan Manfaat Insentif dari Pemerintah)

Beberapa strategi pembiayaan yang bisa ditempuh di luar sektor perbankan seperti pasar modal, leasing, factory, gadai, dan koperasi. Bisa pula pembiayaan dari jenis non-kredit, misalnya hibah, asuransi, dan equity, untuk dimaksimalkan dengan dorongan pemerintah. Atau, denga perkembangan teknologi bisa pula melalui jalur fintech.

Pesatnya teknologi ini juga bisa menjadi solusi atas problem kedua, yakni pemasaran. Menurut riset UKM Center tadi, penggunaan teknologi dalam berbagai bidang ekonomi menjadikan pasar UMKM tidak lagi terbatas wilayah dan waktu.

Alhasil, hal ini akan menciptakan pasar komersial melalui media daring. Harapannya, para pelaku UMKM dapat mendistribusikan produknya dengan lebih luas, bahkan bisa ekspansi ke luar negeri.

Halaman: