Membayar pajak merupakan kewajiban badan usaha yang terdaftar di Indonesia. Meski demikian, beban pajak terkadang dirasa berat bagi badan usaha.
Apalagi jika suatu badan usaha dihadapkan dengan situasi sulit yang di luar kendalinya. Misalnya, kenaikan bahan baku yang dapat berdampak pada kinerja keuangan perusahaan, atau kenaikan pajak yang juga berdampak pada kondisi keuangan.
Oleh karena itu, suatu badan usaha perlu melakukan perencanaan pajak atau tax planning. Salah satu bentuk perencanaan pajak yang lazim dijalankan adalah, tax shifting.
Pengertian dan Karakteristik Tax Shifting
Tax shifting, atau pergeseran pajak, adalah upaya memindahkan atau mentransfer beban pajak dari satu subjek pajak kepada subjek pajak lainnya. Dengan demikian, pihak atau badan usaha yang dikenakan pajak dimungkinkan sekali tidak menanggung beban pajaknya.
Mengutip online-pajak.com, metode ini merupakan fenomena ekonomi, di mana wajib pajak memindahkan beban pajak kepada pembeli atau pemasok (supplier), dengan menambah harga penjualan atau menekan harga pembelian saat transaksi terjadi.
Umumnya, praktik pergeseran beban pajak terlihat pada pajak konsumsi atau pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan cukai.
Tax shifting memiliki tiga karakteristik, di antaranya:
- Berkaitan erat dengan kenaikan atau penurunan harga.
- Distribusi kembali beban pajak di antara subjek pajak, sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan antara wajib pajak dan penanggung pajak.
- Merupakan perilaku wajib pajak yang proaktif.
Jenis Tax Shifting
Mengutip pajakonline.com, tax shifting dapat dilakukan dengan memindahkan beban pajak melalui transaksi penjualan atau pembelian. Pergeseran ini, akan melibatkan perubahan pada harga barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Metode tax shifting sendiri dapat dilakukan melalui empat cara, yakni forward shifting, backward shifting, kombinasi forward dan backward shifting, serta single-point dan multi-point shifting.
1. Forward Shifting
Pada jenis tax shifting ini, beban pajak bergeser dari produsen ke konsumen melalui transaksi penjualan. Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan keseluruhan atau sebagian harga barang.
Selain itu, produsen dapat mengalihkan beban pajak kepada konsumen dengan mengurangi kualitas atau kuantitas barang kena pajak (BKP), dalam bentuk transaksi penjualan.
2. Backward Shifting
Pada jenis ini, beban pajak suatu barang dialihkan kembali kepada pelaku produksi melalui transaksi pembelian. Contohnya, produsen meminta supplier untuk menerima harga yang lebih rendah, atau menekan biaya upah pegawainya. Melalui cara ini, harga barang yang dijual tetap sama dan beban pajak dapat ditanggung oleh penjual atau supplier, bukan oleh konsumen akhir.
3. Kombinasi Forward-Backward Shifting
Kombinasi forward dan backward shifting dilakukan dengan cara, produsen BKP memindahkan beban pajak dengan melakukan penambahan sebagian harga serta pengurangan pembayaran faktor-faktor produksi.
4. Single Point dan Multi Point
Single-point shifting terjadi, ketika beban pajak dialihkan langsung dari pabrik atau produsen ke konsumen. Sementara, multi-point shifting terjadi, ketika beban pajak dialihkan dari satu pihak ke berbagai pihak.
Tahapan Tax Shifting
Tax shifting memiliki empat tahapan dalam pelaksanaannya. Tahapan yang dimaksud antara lain:
- Beban pajak terletak pada Wajib Pajak yang mengadakan perhitungan pembayaran dengan negara.
- Pergeseran beban pajak merupakan proses pemindahan beban pajak dari pembayar pajak kepada penanggung beban pajak.
- Timbulnya beban moneter yang terakhir setelah terjadi pergeseran dan beban pajak tidak akan berpindah lagi.
- Adanya konsekuensi-konsekuensi ekonomis dengan adanya incidence of taxation yang disebut dengan effect of taxation.
Tax shifting termasuk dalam skema perencanaan pajak. Tujuan perencanaan ini, tidak hanya untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi juga untuk menekan biaya serendah mungkin demi mendapatkan laba yang diharapkan perusahaan.
Seperti disebutkan sebelumnya, praktik pergeseran beban pajak umumnya terlihat pada pajak konsumsi, atau PPN dan cukai. Contoh badan usaha yang menerapkannya adalah, perusahaan rokok.
Rokok menjadi barang yang dikenai cukai, yang besarannya bisa naik mengikuti kebijakan pemerintah. Untuk menghindari pembayaran beban pajak ini, perusahaan berusaha menggeser beban cukai kepada konsumen rokok dengan cara menaikkan harga jual rokok (forward shifting).
Alternatif lainnya, perusahaan rokok bisa menggeser beban cukai kepada petani tembakau, dengan cara menekan harga beli tembakau (backward shifting).