Definisi Resesi Ekonomi, Situasi yang Selalu Menghantui Setiap Negara

123RF.com/Elnur Amikishiyev
Penulis: Yandi M. Rofiyandi
Editor: Redaksi
6/6/2022, 06.45 WIB

Pandemi Covid-19 telah memukul hampir semua negara sehingga terjadi resesi. Situasi ini kerap menjadi hantu, yaitu suatu penurunan keadaan ekonomi selama lebih dari dua kuartal karena selalu menjadi kekhawatiran semua negara.

Kini, perkembangan ekonomi berangsur pulih seiring dengan semakin terkendalinya penyebaran Covid-19. Tetapi, potensi resesi terus diwaspadai faktor global. Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Selasa (31/5/2022), Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebutkan ancaman stagflasi yaitu resesi dengan kombinasi inflasi yang tinggi menjadi sangat nyata.

Lalu, apa itu resesi? Apa penyebab dan dampak resesi ekonomi? Apa perbedaan resesi dan depresi ekonomi?

Definisi Resesi

Definisi resesi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri).

Resesi ekonomi atau biasa hanya disebut resesi adalah periode saat terjadi penurunan roda perekonomian yang ditandai dengan melemahnya produk domestik brotu (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Pengertian resesi juga lazim untuk pertumbuhan ekonomi bisa sampai 0 persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. 

Dikutip dari Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran pendapatan dan manufaktur yang berkontraksi untuk jangka waktu yang lama.

Pada 1974, ekonom Julius Shiskin mengemukakan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi, yaitu penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut. Ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga dua kuartal berturut-turut dari output yang berkontraksi menunjukkan ada masalah mendasar yang serius.

National Bureau of Economic Research (NBER), secara umum menyebutkan bahwa resesi terjadi ketika negara masuk dalam periode jatuhnya aktivitas ekonomi, tersebar di seluruh sektor ekonomi, dan sudah berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, umumnya lebih dari tiga bulan.

Penyebab Resesi

1. Inflasi

Inflasi merupakan proses meningkatnya harga secara terus-menerus. Inflasi sesungguhnya bukan hal yang buruk, namun inflasi yang berlebihan masuk ke dalam kategori berbahaya sebab akan membawa dampak resesi. 

Bank Central AS sendiri mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi kemudian menekan aktivitas ekonomi. Meskipun menaikkan suku bunga juga beresiko mengakibatkan resesi.

2. Deflasi Berlebihan

Inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan resesi dan deflasi dapat memberikan dampak yang lebih buruk. Deflasi merupakan kondisi saat harga turun dari waktu ke waktu dan yang menyebabkan upah menyusut, kemudian menekan harga. 

Deflasi lebih berdampak kepada para pemilik usaha (penyedia barang maupun jasa). Ketika individu dan unit bisnis kemudian berhenti mengeluarkan uang hal ini kemudian akan berdampak pada rusaknya ekonomi. Jepang pernah mengalami deflasi hampir sepanjang tahun 1990-an menyebabkan resesi yang parah.

3. Gelembung Aset

Gelembung terjadi ketika investor terlalu optimistis terhadap kondisi ekonomi. Pasar saham dan real estat kebanjiran investor sampai menggelembung. Gelembung akhirnya pecah sehingga menyebabkan kepanikan. Investor berbondong-bondong menjual saham sehingga menghancurkan pasar yang kemudian menjadi penyebab resesi.

4. Guncangan Ekonomi yang Mendadak

Guncangan ekonomi yang mendadak dapat memicu resesi serta berbagai masalah ekonomi yang serius. Mulai dari tumpukan hutang yang secara individu maupun perusahaan.

Banyak hutang yang dimiliki kemudian otomatis membuat biaya pelunasannya juga meninggi. Biaya dalam melunasi hutang tersebut lama-lama akan meningkat ke titik dimana mereka tidak dapat melunasinya lagi.

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Sebagai contoh pada abad ke-19, terjadi gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.

Revolusi yang dinamakan juga revolusi Industri ini kemudian membuat seluruh profesi menjadi usang, dan memicu resesi. Saat ini beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intelligence (AI) dan robot akan menyebabkan resesi lantaran banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya.

Dampak Resesi Ekonomi

Dampak resesi ekonomi sangat terasa bagi masyarakat dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi. Ketika investasi anjlok saat resesi, secara otomatis akan mengilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka PHK naik signifikan. Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional.

Karena dampaknya begitu terasa, pemerintah harus sigap mengatasi resesi. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi. Dampak lainnya seperti neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

Dampak paling nyata adalah banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan dan daya beli melemah. Banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar. Kondisi itu memungkinkan terjadinya krisis ekonomi.

Resesi ekonomi yang berlangsung lama bisa disebut depresi ekonomi. Suatu keadaan terjadinya penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan. Penurunan drastis tingkat ekonomi akibat depresi parah atau hiperinflasi bisa membuat kebangkrutan ekonomi.

Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi

Resesi dan depresi memiliki penyebab yang sama, tetapi dampak keseluruhan dari depresi jauh lebih buruk. Ada kehilangan pekerjaan yang lebih besar, pengangguran yang lebih tinggi dan penurunan tajam dalam PDB.

Depresi berlangsung lebih lama dan butuh lebih banyak waktu bagi perekonomian untuk pulih.

Dilihat dari skalanya, pengertian resesi dan depresi ekonomi juga berbeda. Resesi adalah seringkali terbatas pada satu negara. Sedangkan depresi biasanya cukup parah dan bisa berdampak secara global.

Contoh depresi ekonomi terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1929 dan berlangsung hingga tahun 1933, meskipun ekonomi tidak benar-benar pulih sampai Perang Dunia II, hampir satu dekade kemudian. Selama masa depresi, pengangguran naik menjadi 25% dan PDB turun 30%.

Contoh Resesi di Indonesia

  • Resesi Indonesia pernah terjadi di tahun 1998 yang berujung pada tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto atau Orde Baru.
  • Resesi 2008. Faktor penyebab resesi global 2008 terletak pada kredit macet perumahan AS (subprime mortage crisis) dan meroketnya harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak per barel mencapai titik rekor tertinggi pada Juli 2008 (US$ 147,50 di London dan US$ 147,27 di New York). Kenaikan drastis harga minyak mentah dunia berimplikasi serius terhadap beban APBN menanggung subsidi energi. Terdapat empat kuartal berturut-turut pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) negatif, yaitu dua kuartal terakhir 2018 dan dua kuartal pertama 2009. Resesi dimulai pada kuartal pertama 2008 ketika PDB menyusut 2,3 persen. Ekonomi kehilangan 16.000 pekerjaan pada 2008.
  • ​​Resesi Indonesia terbaru yakni tahun 2021 atau setelah PDB merosot dalam kuartal berturut-turut usai diterpa pandemi Covid-19.