Memahami Kewajiban Perpajakan untuk Ormas

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Ilustrasi, pengukuhan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK).
Penulis: Agung Jatmiko
14/6/2022, 07.00 WIB

Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin kebebasan warga negara untuk mendirikan organisasi. Hal ini, bahkan menjadi salah satu hak konstitusi warga negara Indonesia yang dilindungi oleh pemerintah.

Jaminan menjalankan hak konstitusi ini tertera dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28E Ayat (3), yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".

Pasal ini menjelaskan bahwa berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM), yang menjadi hak konstitusi. Pasal ini, juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak tersebut.

Salah satu perwujudan hak konstitusi warga negara untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, adalah munculnya organisasi masyarakat atau ormas.

Sekilas tentang Ormas

Ormas, adalah sebuah organisasi yang didirikan masyarakat dengan sukarela, atas dasar kesamaan kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan guna berpartisipasi dalam pembangunan negara.

Ketentuan terkait ormas, diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang diperbarui dengan Peraturan Perundang-undangan (Perppu) Nomor 2 tahun 2017.

Pada UU 17/2013 ditegaskan, bahwa ormas bersifat mandiri dan non-profit atau nirlaba. Namun, keberadaan ormas tentunya membutuhkan dana, untuk menjalankan kegiatan operasional dan menggapai tujuan.

Pendanaan ormas umumnya berasal dari iuran anggota, hibah, dan bantuan dari masyarakat, atau lembaga dalam negeri maupun asing. Pendanaan ormas, bnisa juga berasal dari hasil usaha ormas itu sendiri, seperti membentuk badan usaha.

Selain itu, ada pula ormas yang mendapatkan pendanaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendanaan dari sumber ini, didapatkan oleh ormas yang terdaftar secara hukum dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri.

Aspek Perpajakan Ormas

Mengutip pajakku.com, ormas tetap terikat dengan aturan perpajakan, meski berorientasi nirlaba sekalipun. Di mana, jenis organisasi ini tetap wajib membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama organisasi tersebut.

Selain itu, ormas yang telah memiliki badan hukum, wajib mengelola keuangan secara transparan dan akuntabel, dan ikut dalam pencapaian tujuan negara.

Ormas dapat menjadi subjek pajak, apabila menerima penghasilan atau pendanaan yang bersumber dari objek pajak. Jenis pajak yang dikenakan adalah pajak penghasilan (PPh), yaitu PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

Ormas dapat dikenakan atau dipungut PPh Pasal 21 apabila ormas tersebut mendapatkan, menerima atau memperoleh penghasilan melalui sponsor, yang kemudian pada penghasilan tersebut dibagi hasil kepada para anggotanya. Bagi hasil inilah yang akan dipotong PPh Pasal 21.

Kemudian, ormas dapat dikenakan PPh Pasal 23 apabila ormas menyewa suatu tempat, atau lokasi guna menyelenggarakan kegiatan. Atas kegiatan tersebut, diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 23.

Sementara, penghasilan yang diterima oleh ormas yang dikecualikan dari pungutan pajak antara lain, sumbangan, harta hibah, warisan, sisa lebih yang diterima nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain.

Sekadar informasi, organisasi nirlaba tetap wajib menaati withholding tax, atau pemotongan dan pemungutan pajak. Dengan demikian, setiap perhimpunan, paguyuban, persatuan, hingga ikatan atau asosiasi, diwajibkan memiliki NPWP atas nama organisasi tersebut.

Meskipun ada beberapa penghasilan atau kegiatan yang dilakukan ormas dikecualikan dari objek pajak, tetap tidak lepas dari ketentuan umum di bidang perpajakan. Hal ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2009.

Aturan tersebut menyebutkan, bahwa sisa lebih yang diterima atau diperoleh nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan dikecualikan dari objek PPh.

Namun, badan atau lembaga nirlaba tersebut wajib memberitahu rencana fisik sederhana, dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, serta penelitian dan pengembangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat organisasi tersebut terdaftar sebagai wajib pajak.

Jika ormas, atau organisasi nirlaba tersebut tidak melaporkan, atau menyampaikan pemberitahuan rencana fisik sederhana dan rencana biaya. Maka dapat dikenakan pajak penghasilan.