Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU tengah dilakukan perusahaan Tanah Air. Bahkan, beberapa pengajuan PKPU yang cukup hangat saat ini dilakukan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
PT Garuda Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan BUMN yang tengah menjalani proses PKPU. Teranyar, perseroan tersebut melakukan pemungutan suara atau voting pada Jumat (17/6). Di sisi lain, PT Waskita Beton Precast juga dalam tahap siding voting atas pengajuan proposal perdamaian dalam proses PKPU.
Upaya PKPU sendiri merupakan bentuk penundaan kewajiban pembayaran utang yang umumnya dilakukan perusahaan, agar mendapat tambahan waktu dalam menyelesaikan pembayaran utang kepada kreditur. Cara tersebut juga dilakukan agar perusahaan bisa terhindar dari risiko kepailitan.
Apa Itu PKPU?
Istilah PKPU sering disetarakan dengan pailit, di mana keduanya telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, disingkat dengan UUK 2004 Pasal 222 ayat (2).
“Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur,” menurut Pasar 222 UUK 2004.
PKPU harus diajukan debitur sebelum ada putusan pailit. Jika putusan pailit telah diucapkan hakim terhadap debitur, maka permohonan PKPU tidak dapat diajukan. Jika permohonan kepailitan dilakukan bersama dengan permohonan PKPU, maka Hakim akan mendahulukan untuk memeriksa PKPU.
Penundaan pembayaran utang atau suspension of payment merupakan suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga, di mana dalam masa tersebut pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara pembayaran utangnya.
Dengan begitu, menurut buku Hukum Pailit karya Munir Fuady, PKPU merupakan sejenis moratorium, dalam hal ini legal moratorium. Adapun tujuan PKPU untuk memungkinkan seorang debitur meneruskan usahanya, meskipun tengah mengalami kesulitan pembayaran, sekaligus menghindari kepailitan.
Sementara itu, Black’s Law Dictionary mendefinisikan pailit atau bankrupt sebagai ketidakmampuan debitur membayar utang-utang yang telah jatuh tempo. Hal itu disertai tindakan nyata untuk mengajukan keringanan baik secara sukarela oleh debitur, maupun permintaan dari pihak ketiga.
Debitur yang mengetahui keadaan keuangannya berada dalam kesulitan, dapat memilih beberapa langkah menyelesaikan utangnya. Salah satu jalur yang bisa ditempuh adalah permohonan penundaan kewajiban untuk membayar utang atau PKPU, serta mengajukan perdamaian dalam PKPU.
Jenis-jenis PKPU
Permohonan PKPU memiliki tahapan atau proses. Tahap awal, debitur akan mengajukan PKPU ke pengadilan saat menyadari ketidakmampuannya dalam membayar utang jatuh tempo kepada kreditur. Dalam prosesnya, PKPU terbagi ke dalam dua tahap, sebagai berikut:
1. PKPU Sementara
Proses ini diputus oleh pengadilan setelah surat permohonan pengajuan PKPU diterima pengadilan, dan berlaku selama 45 hari sejak tanggal putusan diucapkan. Proses PKPU Sementara juga berlangsung sampai tanggal sidang berikutnya. Selama 45 hari, debitur bisa menyiapkan dan mengajukan rencana perdamaian yang memuat cara melunaskan utang kepada kreditur.
2. PKPU Tetap
Tahapan ini diputus oleh pengadilan, apabila kreditur sepakat untuk memberikan waktu kepada debitur untuk menyiapkan rencana perdamaian. Bisa juga saat ketika kreditur belum siap memberikan keputusan menyetujui rencana perdamaian yang diajukan debitur. Proses PKPU tetap berlaku paling lama 270 hari sejak putusan PKPU sementara dibacakan.
Contoh PKPU
Garuda Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang tengah menjalani proses PKPU. Emiten penerbangan tersebut, diketahui memiliki tunggakan sebanyak Rp 104,37 triliun kepada 123 lessor, Rp 34,09 triliun kepada 300 kreditur non-lessor, dan Rp 3,995 triliun kepada 23 kreditur non-preferen.
Sejumlah usulan penyelesaian kewajiban pun diajukan perusahaan BUMN tersebut. Mulai dari penyelesaian kewajiban melalui arus kas operasional, dan konversi nilai utang menjadi ekuitas. Ada juga usulan modifikasi ketentuan pembayaran baru jangka panjang, dengan periode tenor tertentu, dan penawaran instrumen restrukturisasi, baik dalam bentuk surat utang baru maupun ekuitas.
Di sisi lain, Waskita Beton Precast juga sedang menjalani proses PKPU. Melansir keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, disampaikan kalau hakim ketua menetapkan persidangan PKPU perusahaan dengan kode saham WSBP tersebut akan dilaksanakan dengan agenda pembahasan lanjutan atas proposal perdamaian dan pengambilan suara atas proposal perdamaian.
Manajemen WSBP menyatakan, proposal perdamaian diajukan kepada kreditur berdasarkan proyeksi keuangan dan kondisi terkini perusahaan tersebut. Adapun Majelis Hakim Pengadilan Niaga telah mengabulkan permohonan PKPU 497 Waskita Beton pada 25 Januari 2022. Permohonan tersebut dilakukan atas gugatan permintaan pelunasan utang sebesar Rp 3,35 miliar oleh Magdalena Yohan Heryadi dan Rp 648 juta oleh Suwito Muliadi.
Adapun isi proposal perdamaian merupakan skema terbaik berdasarkan hasil pertemuan dan masukan dari para kreditur. Ke depannya, perseroan akan melakukan strategi perbaikan untuk dapat meningkatkan keberlanjutan bisnis, sehingga terwujud pemulihan kinerja perusahaan dan dapat melaksanakan seluruh kewajibannya kepada para kreditur.