Memahami Aspek Perpajakan Persewaan Tanah dan Bangunan

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Ilustrasi, deretan gedung perkantoran di Jakarta.
Penulis: Agung Jatmiko
6/7/2022, 15.02 WIB

Sebagai informasi, jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan yangd dimaksud ini, meliputi jumlah yang dibayarkan atau diakui sebagai utang oleh penyewa dan biaya lainnya yang berkaitan dengan persewaan.

Biaya tersebut antara lain, biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, layanan, dan fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan.

Selain itu, penentuan nilai bangunan didasarkan atas nilai tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak (NJOP). Artinya, jika nilai pasar lebih tinggi dari NJOP bangunan, maka nilai bangunan yang digunakan ialah nilai pasar. Sebaliknya, jika NJOP lebih tinggi, maka NJOP menjadi acuan nilai bangunan.

Contoh Perhitungan PPh Final Persewaan Tanah dan Bangunan

Berikut ini adalah gambaran mengenai perhitungan PPh final terkait kegiatan persewaan tanah dan/atau bangunan. Contoh atau ilustrasi yang digunakan adalah, persewaan gedung untuk perkantoran.

Misalnya, jika PT ABC memiliki sebuah gedung yang disewakan untuk perkantoran, yang kemudian disewakan kepada PT DEF. Sesuai dengan perjanjian sewa, PT DEF berkewajiban untuk membayar biaya sewa senilai Rp 200.000.000, serta biaya keamanan dan kebersihan senilai Rp 20.000.000 setiap tahun kepada PT ABC.

Dari ilustrasi tersebut, DPP untuk persewaan gedung kantor ini adalah Rp 220 juta, yang didapatkan dari penjumlahan biaya sewa, serta biaya keamanan dan kebersihan.

Dengan menggunakan tarif yang ditentukan melalui PP 34/2017 sebesar 10%, maka PPh final yang dipungut adalah sebesar Rp 22 juta. Jumlah ini didapatkan dari pengalian antara DPP dengan tarif yang ditentukan, yakni 10%.

Halaman: