DPP PPh 21, Pengertian, Regulasi, dan Contoh Menghitungnya

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Ilustrasi, petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta.
Penulis: Agung Jatmiko
7/11/2023, 19.25 WIB

Salah satu jenis pajak yang berkontribusi signifikan dalam penerimaan negara, adalah pajak penghasilan orang pribadi atau PPh 21 Sebagai gambaran, tahun lalu jenis pajak ini berkontribusi 10,2% dari total penerimaan pajak.

PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.

PPh 21 dipotong oleh perusahaan atau pemberi kerja. Namun, pemotongan pajak ini tidak dilakukan sembarangan, melainkan menggunakan dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dasar yang dimaksud, disebut sebagai dasar pengenaan pajak, atau DPP. Sehingga, dikenal istilah DPP PPh 21.

Ilustrasi, petugas pajak melayani wajib pajak (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.)

Pengertian DPP PPh 21

DPP PPh 21 adalah jumlah bruto penghasilan yang telah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP), serta komponen pengurang lainnya untuk menghitung besarnya pajak penghasilan yang harus dipotong.

Penghasilan yang dipotong PPh 21 tersebut merupakan pendapatan dari gaji maupun pendapatan lainnya yang diterima wajib pajak orang pribadi dan/atau karyawan. Komponen dalam dasar pengenaan pajak untuk PPh 21 ini mencakup semua bentuk penghasilan, antara lain:

  • Gaji
  • Upah
  • Tunjanagan
  • Honorarium
  • Komisi
  • Bonus
  • Insentif
  • Gratifikasi
  • Uang pensiun
  • Imbalan dalam bentuk lainnya

Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), DPP PPh 21 digunakan untuk menghitung pengenaan pajak penghasilan pribadi, baik karyawan/pegawai maupun bukan pegawai dan/atau pekerja bebas/pengusaha.

Artinya, pengenaan ini melibatkan subjek dua subjek wajib pajak. Pertama, pemotong PPh 21 yakni badan atau perusahaan pemberi kerja atau penghasilan. Kedua, subjek yang dipotong PPh 21, yakni pegawai/karyawan dan/atau bukan pegawai/pekerja bebas/pengusaha maupun tenaga ahli hingga komisaris suatu perusahaan.

Sebagai informasi, pengenaan ini juga berlaku untuk penghitungan pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Regulasi DPP PPh 21

Ketentuan dasar pengenaan pajak untuk PPh 21, diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Secara perinci, ketentuan DPP PPh 21 termaktub dalam Pasal 9 PER-16/PJ/2016, yakni sebagai berikut:

1. DPP PPh 21 Pegawai Tetap

Pegawai tetap adalah seorang pegawai/karyawan yang menerima gaji atau upah dalam jumlah tertentu secara berkala per bulan. DPP PPh 21 untuk pegawai tetap adalah penghasilan kena pajak, yang kemudian dikurangi PTKP.

2. DPP PPh 21 Penerima Pensiun Berkala

Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

Dasar pengenaan pajak untuk penerima pensiun berkala, adalah penghasilan kena pajak, yang kemudian dikurangi PTKP.

3. DPP PPh 21 Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas/Bukan Pegawai Penerima Imbalan

Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

DPP PPh 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas maupun bukan pegawai penerima imbalan adalah jumlah penghasilan lebih dari Rp 4.500.000 dalam satu bulan kalender atau lebih dari Rp 450.000 sehari.

4. DPP PPh 21 Bukan Pegawai yang Menerima Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan

Yang dimaksud bukan pegawai yang menerima imbalan berkesinambungan, adalah seseorang menerima imbalan yang diberikan lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender pajak atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

DPP PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto. Penghasilan kena pajak bukan pegawai tersebut sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

Setelah mendapatkan jumlah penghasilan yang digunakan sebagai dasar menghitung besarnya pajak yang akan dikenakan, dikurangi dengan biaya jabatan dengan tarif 5%. Besaran biaya jabatan ini diatur dalam PMK Nomor 250/PMK.03/2008. Kemudian, dikurangi dengan PTKP, sehingga ditemukan besaran DPP, yang selanjutnya dikalikan dengan tarif PPh 21.

Ilustrasi, petugas pajak memberikan penjelasan kepada wajib pajak (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.)

Contoh Penghitungan DPP PPh 21

Berikut contoh penghitungan DPP PPh 21 terhadap empat kategori subjek pajak yang dipotong PPh 21.

1. Pegawai Tetap

Damar merupakan karyawan tetap di PT ABC dengan gaji bruto sebesar Rp 10 juta per bulan, dan berstatus lajang tidak memiliki tanggungan alis TK/0. Maka perhitungan DPP PPh 21 Damar adalah sebagai berikut:

Gaji Setahun:
= Jumlah bulan x Gaji sebulan
= 12 x Rp 10 juta
= Rp 120 juta

Biaya Jabatan:
= Tarif PPh biaya jabatan x Jumlah gaji setahun
= 5% x Rp 120 juta
= Rp 6 juta

Penghasilan Neto:
= Gaji setahun – Biaya jabatan
= Rp 120 juta – Rp 6 juta
= Rp 114 juta

DPP PPh 21:
= Penghasilan Neto – PTKP
= Rp 114 juta – Rp 54 juta
= Rp 60 juta

Jumlah DPP tersebut dikalikan dengan tarif PPh 21 untuk mengetahui besar pengenaan pajaknya. Sebagaimana tercantum dalam UU HPP Pasal 17, besaran tarif yang dikenakan untuk penghasilan hingga Rp 60 juta adalah 5%. Maka pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 3 juta.

2. Pegawai Tidak Tetap

Aruna merupakan pegawai tidak tetap di PT DEF dengan status TK/0, yang dibayar dengan upah harian sebesar Rp 250.000 per hari. Selama sebulan, ia bekerja selama 20 hari dengan upah dibayarkan setiap akhir bulan. Maka perhitungan DPP PPh 21 Aruna adalah sebagai berikut:

Upah Sebulan:
= Upah harian x Jumlah hari kerja
= Rp 250.000 x 20
= Rp 5 juta

Penghasilan Neto Setahun:
= Upah sebulan x Jumlah bulan
= Rp 5 juta x 12
= Rp 60 juta

DPP PPh 21:
= Penghasilan setahun – PTKP
= Rp 60 juta – Rp 54 juta
= Rp 6 juta

Dari jumlah DPP tersebut dikalikan dengan tarif PPh 21 yang tertera dalam UU HPP Pasal 17 untuk mengetahui besar pengenaan pajaknya. Berdasarkan ketentuan, penghasilan hingga Rp 60 juta dikenakan tarif 5%. Maka, pajak yang harus dibayarkan, adalah Rp 300.000.

3. Bukan Pegawai

Shemy merupakan konsultan di sebuah perusahaan dengan penghasilan berkesinambungan, dengan penghasilan pada bulan Januari tercatat sebesar Rp 50 juta, Februari Rp 40 juta, dan Maret Rp 55 juta. Maka perhitungan DPP PPh 21 Shemy adalah sebagai berikut:

  • Penghasilan neto Januari:
    = Penghasilan bruto x 50%
    = Rp 50 juta x 50%
    = Rp 25 juta

Dari jumlah tersebut, dikurangi dengan PTKP sebesar Rp 4,5 juta, maka didapatkan DPP PPh 21 sebesar Rp 20,5 juta.

  • Penghasilan neto Februari:
    = Penghasilan bruto x 50%
    = Rp 40 juta x 50%
    = Rp 20 juta

Sama dengan penghitungan yang dilakukan bulan sebelumnya, jumlah penghasilan Neto Februari ini dikurangi dengan PTKP sebesar Rp 4,5 juta. Sehingga, besaran DPP PPh 21 adalah sebesar Rp 15,5 juta.

  • Penghasilan neto Maret:
    = Penghasilan bruto x 50%
    = Rp 55 juta x 50%
    = Rp 27,5 juta

Besaran penghasilan neto di bulan Maret ini kemudian dikurangi dengan PTKP sebesar Rp 4,5 juta. Sehingga, besaran DPP PPh 21, adalah sebesar Rp 23 juta.

Ilustrasi, petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melayani wajib pajak (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.)

4. Penerima Pensiun Berkala

Nathanael merupakan pensiunan yang menerima uang pensiun berkala sebesar Rp 7 juta setiap bulan, dengan status menikah namun tidak memiliki tanggungan atau K/0. Maka perhitungan DPP PPh 21 nya adalah sebagai berikut:

Pensiunan setahun:
= Jumlah bulan x Jumlah pensiunan sebulan
= 12 x Rp 7 juta
= Rp 85 juta

Penghasilan neto sebulan:
= Pensiun sebulan – Tarif biaya pensiun 5% maksimal Rp 200.000
= Rp 7 juta – Rp 200.000
= Rp 6,8 juta

Penghasilan neto setahun:
= Penghasilan neto sebulan x 12 bulan
= Rp 6,8 juta x 12
= Rp 61,6 juta

DPP PPh 21:
= Penghasilan pensiunan setahun – PTKP
= Rp 81,6 juta – Rp 58,5 juta
= Rp 23,1 juta

Dari besaran DPP tersebut, kemudian dikalikan dengan tarif PPh 21 yang tertera dalam UU HPP Pasal 17 untuk mengetahui besar pengenaan pajaknya.

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam UU HPP Pasal 17, besaran tarif yang dikenakan untuk penghasilan hingga Rp 60 juta adalah 5%. Maka pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 1.155.000.

Demikianlah penjelasan tentang dasar pengenaan pajak untuk PPh pasal 21 Pasal 21 atau DPP PPh 21 beserta ketentuan pengenaan/pemotongan pajaknya, serta contoh menghitungnya.