UUPT mengadopsi banyak prinsip hukum modern yang umum berlaku terkait korporasi. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan korporatif menitikberatkan pada pencapaian keadilan, yang terwujud ketika subjek yang berada pada tingkat yang lebih rendah memperoleh akses untuk mencapai keadilan, terutama dalam bentuk perlindungan hukum.
Dalam konteks perseroan, perlindungan hukum ini diberikan kepada pemegang saham minoritas perseroan terbatas dan pihak ketiga yang terkait dengan kepentingan perseroan. Beberapa prinsip tersebut, seperti piercing the corporate veil, ultra vires, dan fiduciary duty.
Doktrin hukum PT itu memiliki tujuan utama yaitu untuk melindungi kepentingan para pemangku kepentingan, termasuk pemegang saham minoritas dan pihak ketiga yang terkait dengan kepentingan perseroan. Berkaitan dengan hal tersebut, menarik mengetahui sederet doktrin hukum PT.
Penjelasan Masing-masing Doktrin Hukum PT
Telah disebutkan adanya 3 doktrin hukum PT. Berikut penjelasannya masing-masing:
1. Doktrin Hukum PT “Piercing The Corporate Veil”
"Piercing the corporate veil" merupakan penggabungan kata-kata "pierce" yang mengindikasikan menyobek, mengoyak, atau menembus, "veil" yang merujuk pada kain, tirai, atau kerudung, dan "corporate" yang berarti perusahaan. Dalam interpretasi harfiah, istilah "piercing the corporate veil" bermakna menyingkap tirai perusahaan.
Dalam buku Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law oleh Munir Fuady, doktrin hukum PT tersebut merupakan suatu prinsip atau teori yang merujuk pada proses menarik tanggung jawab hukum ke individu lain, berdasarkan tindakan hukum yang dilakukan oleh perusahaan pelaku, tanpa mempertimbangkan fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perusahaan pelaku itu sendiri.
Penerapan prinsip ini bertujuan untuk mencapai keadilan, terutama bagi pemegang saham minoritas dan pihak ketiga yang memiliki hubungan tertentu dengan perusahaan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
2. Doktrin Hukum PT “Fiduciary Duty”
Istilah "fiduciary duty" berasal dari gabungan dua kata, yaitu "fiduciary" dan "duty," Kata "duty" mengacu pada tugas. "Fiduciary" sendiri bersumber dari bahasa Latin, yakni "fiduciarius," dengan akar kata "fiducia" yang berarti kepercayaan, atau dari kata "fidere" yang berarti mempercayai.
Artinya, "fiduciary" diartikan sebagai "memegang suatu kepercayaan" atau seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain. Dalam konteks bisnis, seseorang dianggap memiliki "fiduciary duty" ketika mereka menangani bisnis, uang, atau properti yang bukan miliknya atau bukan untuk kepentingan pribadi mereka, melainkan untuk kepentingan orang lain yang memiliki kepercayaan besar kepada mereka.
Direksi perusahaan memiliki tanggung jawab fiduciary dalam pengelolaan perusahaan, yang harus dilakukan dengan itikad baik dan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Sama halnya, Komisaris juga memiliki posisi fiduciary dalam mengawasi perusahaan. Hubungan fiduciary duty ini didasarkan pada kepercayaan, kerahasiaan, ketelitian, itikad baik, dan keterusterangan. Dalam common law, diakui bahwa pemegang kepercayaan memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya, sehingga hubungan ini harus didasarkan pada standar yang tinggi.
Prinsip ini mewajibkan setiap organ perusahaan untuk bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Sebagai contoh, seorang direktur dianggap sebagai penerima amanah dalam perusahaan dan harus menjalankan tugasnya dengan tidak ceroboh (duty of care). Selain itu, seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan pribadi dari perusahaan (duty of loyalty). Pelanggaran terhadap duty of care dan duty of loyalty dalam konteks Fiduciary Duty dapat mengakibatkan direktur dimintai pertanggungjawaban hukum secara pribadi atas perbuatannya, baik kepada pemegang saham maupun pihak lainnya.
3. Doktrin Hukum PT “Ultra Vires”
Black's Law Dictionary mendefinisikan "ultra vires" sebagai tindakan yang dilakukan di luar cakupan kekuasaan suatu perusahaan, sebagaimana ditetapkan dalam piagam atau undang-undang negara tempat perusahaan diinkorporasikan. Dalam istilah yang lebih sederhana, "ultra vires" dapat diartikan sebagai perbuatan yang melebihi kewenangan atau bahkan dilakukan tanpa dasar kewenangan yang sah.
Prinsip "ultra vires" ini dijelaskan dalam Pasal 45 KUHD, yang menetapkan bahwa tanggung jawab para pengurus tidak boleh melampaui tugas yang diberikan kepada mereka, dan mereka tidak terikat pada pihak ketiga atas segala perjanjian dari perseroan. Meskipun UUPT tidak secara eksplisit mengatur prinsip atau doktrin "ultra vires" fokusnya lebih kepada pengaturan kewenangan Direksi dan Komisaris.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diartikan bahwa pelanggaran terhadap kewenangan yang ditetapkan oleh UUPT atau melakukan tindakan yang tidak diizinkan oleh UUPT atau anggaran dasar dianggap sebagai tindakan "ultra vires." Anggota Direksi dan Komisaris memiliki berbagai kewenangan yang telah ditetapkan oleh UUPT dan anggaran dasar untuk mengelola perseroan. Penggunaan kewenangan tersebut harus dilakukan untuk kepentingan perseroan dan pencapaian tujuan perseroan.
Ketentuan larangan tindakan "ultra vires" diatur dalam Pasal 99 UUPT. Jika ada pihak yang merasa dirugikan akibat pelanggaran kewenangan, baik perseroan maupun pihak yang dirugikan (seperti pemegang saham minoritas atau pihak ketiga) dapat menuntut atau menggugat anggota Direksi atau Komisaris yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.
Itulah penjelasan mengenai doktrin hukum PT. Ketiga doktrin yang telah dijelaskan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan pihak yang lebih lemah, seperti pemegang saham minoritas atau pihak ketiga.