Surat Tagihan Pajak, Pengertian, Penomoran dan Cara Melunasinya

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Ilustrasi, petugas kantor pelayanan pajak (KPP) melayani wajib pajak.
Penulis: Agung Jatmiko
3/6/2024, 10.25 WIB

Dalam sistem perpajakan Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak atau DJP memiliki satu alat untuk memastikan kepatuhan wajib pajak, yakni surat tagihan pajak (STP). Surat ini tak hanya memerinci jumlah pajak yang harus dibayar, melainkan juga informasi terkait konsekuensi jika pembayaran tidak dilakukan tepat waktu.

Mengabaikan STP dapat berujung pada penumpukan denda dan bunga, serta adanya tindakan hukum kepada wajib pajak. Oleh karena itu, penting agar wajib pajak memahami isi surat tersebut, dan mengambil tindakan yang diperlukan demi memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan.

Keberadaan STP tergolong krusial dalam menjaga keberlangsungan penerimaan negara. Sebab, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Sehingga, memastikan wajib pajak sadar akan kewajiban perpajakannya sangat penting dilakukan.

Pengertian Surat Tagihan Pajak dan Penyebab Dikeluarkannya

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Definisi ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau UU KUP.

Ada tiga fungsi STP, yakni sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak, sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda, dan sarana untuk menagih pajak.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU 28/2007, ada tujuh penyebab DJP mengeluarkan surat tagihan pajak, antara lain:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
  2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  3. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
  4. Pelaku usaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) tidak membuat faktur pajak atau membuatnya tetapi tidak tepat waktu.
  5. PKP tidak mengisi faktur pajak secara secara lengkap.
  6. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitannya.
  7. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.

Penomoran dan Cara Melunasi Surat Tagihan Pajak

Pada surat tagihan pajak biasanya terdapat nomor atau kode unik. Penomoran tersebut serupa dengan penomoran surat ketetapan pajak (SKP), yang diurutkan dalam format AAAAA/BBB/CC/DDD/EE.

Penomoran "AAAAA" menunjukkan nomor urut dalam lima digit, misalnya 00303. Sementara, "BBB" menunjukkan untuk kode jenis pajak, sebagai contoh 105 untuk PPh Badan atau 106 untuk PPN.

Adapun, kode "CC" menunjukkan tahun pajak, "DDD" menunjukkan kode kantor pelayanan pajak atau KPP yang menerbitkan, dan "EE" menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut.

Mengutip klikpajak.id, wajib pajak harus melunasi tagihan yang tertera dalam STP melalui kantor pos atau bank persepsi. Wajib pajak harus mencantumkan nomor STP dalam surat setoran pajak (SSP) pada bagian "Nomor Ketetapan".

Apabila wajib pajak lupa mencantumkan nomor surat tagihan pajak, biasanya akan menimbulkan kendala. Sebab, otoritas pajak akan menganggap nominal yang ditagihkan melalui STP tersebut belum dibayarkan. Jika ini terjadi, maka wajib pajak harus menyelesaikannya melalui proses pemindahbukuan.