Mayoritas publik di Tanah Air sudah lama mengenal Grup Djarum. Namun mungkin mereka lebih akrab melihat Djarum sebagai produk rokok kretek. Bisnis grup ini sesungguhnya jauh lebih besar dari itu, menggurita ke banyak sektor. Di keuangan, misalnya, ada Bank Central Asia atau BCA, bank dengan aset terbesar di Indonesia ini bagian dari Grup Djarum.
Bisnis Grup Djarum lainnya di luar rokok yakni elektronik melalui Hartono Istana Teknologi dengan produknya Polytron. Ada juga bisnis makanan dan minuman, perkebunan lewat PT Hartono Plantation Indonesia, perusahaan pulp dan kertas, properti, investasi digital, telekomunikasi yakni PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), hingga jaringan anjungan tunai mandiri alias ATM, yaitu Alto.
Luasnya gurita bisnis Grup Djarum saat ini tidak lepas dari peran akar pendiri usaha, Oei Wie Gwan. Berawal dari bisnis perusahaan rokok, tahta dan harta Grup Djarum terus mengular hingga ke generasi kedua dan ketiganya saat ini.
Oei Wei Generasi Pertama Grup Djarum
Perusahaan rokok kretek Djarum dibangun Oei Wie Gwan. Sebelumnya, pria kelahiran rembang 1903 ini mengawali bisnis pertama kali dengan memproduksi mercon alias petasan, dengan nama Mercon Leeuw (Leo) dan dipasarkan di seluruh Jawa.
Satu dekade membangun bisnis mercon, perusahaan rintisan Oei ditimpa musibah dan meledak pada 1939. Tak hanya sekali, pada 1942 pabrik tersebut kembali meledak dan membuat Oei mengubah haluan bisnisnya dan memutuskan untuk membuka perusahaan rokok.
Dikutip dari salah satu jurnal di uajy.ac.id, Oei Wie membeli merek rokok Djarum berikut perizinannya pada 21 April 1951 berbentuk Pabrik Rokok Djarum (PR Djarum). PT Djarum dulu dikenal sebagai NV Moeroep milik H.M Sirodz, di mana namanya terinspirasi dari jarum pemutar gramofon.
Selanjutnya, rokok kretek Djarum garapan Oei mulai dipasarkan dan mendapat respons positif. Namun malang sepertinya rekat dengan kehidupan Oei, pabrik rokoknya nyaris musnah akibat kebakaran pada 1963.
Tak patah arang, bisnis rokok Djarum kembali bangkit, termasuk dengan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Pada 1972 Djarum berhasil mengekspor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada 1981.
Meskipun begitu, Oei tak lama merasakan kejayaan bisnis Djarum, karena dia meninggal di tahun yang sama setelah kebakaran pabrik rokoknya, yakni 1963. Oei yang menikahi Goei Tjoe Nio wafat dan meninggalkan bisnis Djarum kepada putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.
Taipan Bersaudara Generasi Kedua Grup Djarum
Michael Bambang Hartono lahir di Kudus, Jawa Tengah pada 1941 dan memiliki nama Cina, Oei Gwie Siong. Dia pun mengenyam pendidikan di Kudus, dan sempat melanjutkan ke Universitas Diponegoro, Semarang. Namun pada 1963, dia kembali ke Kudus saat pabrik Djarum terbakar pada 1963.
Usai kebakaran dan kepergian sang ayah, Michael bersama adiknya Robert Budi Hartono membangun kembali Djarum, dan sukses membawanya sebagai produsen rokok kretek terbesar di Indonesia.
Seiring perjalanan waktu di bawah duet Hartono, bisnis Djarum mulai menggurita ke sektor lain. Dilansir dari buku Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches karya Leo Suryadinata, bisnis Djarum masuk bidang tekstil, elektronik, furniture, keuangan, perbankan (Bank Hagakita) dan properti (PT Bukit Mulia).
Pada 1993, Bukit Mulia mulai membangun Karawang Industrial Park di Jawa Barat. Bisnis properti Grup Djarum terus mengular lewat kepemilikannya di PT Cipta Karya Bumi Indah yang mengelola Grand Indonesia dan WTC Mangga Dua. Ada juga PT Puri Padma Management dan PT Fajar Surya Perkasa.
Grup Djarum juga terlibat dalam berbagai kegiatan, salah satunya membangun klub bulu tangkis yang dikenal dengan Djarum Foundation. Tak tanggung-tanggung, Djarum Foundation merekrut para pemenang bulu tangkis dunia seperti Liem Swie King, Ivana Lie, dan Susi Susanti sebagai pelatih klub tersebut.
Usia hanya berjarak setahun dari sang kakak Michael, Robert juga memiliki andil besar dalam melebarkan sayap Grup Djarum. Pada 1988, kakak beradik Hartono ini resmi menjadi pemegang saham mayoritas dari Bank Central Asia alias BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan.
Berdasarkan data RTI, hingga 30 September 2021, Dwimuria Investama menguasai 54,94 % saham BBCA atau setara 13,54 miliar lembar saham. Sebelum dikuasai Grup Djarum, bank swasta terbesar di Indonesia tersebut dimiliki oleh Soedono Salim dari Grup Salim.
Michael dan Robert Hartono juga masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih US$ 15 miliar, menurut majalah Forbes 2013. Bukti kesuksesan bisnis Grup Djarum juga bisa dilihat dari capaian duet Hartono yang berhasil menjadi orang terkaya se-Indonesia tahun ini.
Berdasarkan Forbes Real Time Billionaire, Robert menjadi orang terkaya nomor wahid di Indonesia per 3 Agustus 2021, dengan total kekayaan bersih US$ 18,3 miliar atau setara Rp 259,9 triliun (Kurs Rp 14.200). Capaian tersebut sekaligus menempatkannya dalam daftar ke 107 sebagai orang terkaya di dunia.
Peringkat kedua dihuni sang kakak, Michael Hartono dengan total kekayaan US$ 17,6 miliar atau sekitar Rp 250 triliun. Pria berusia 81 tahun tersebut juga masuk dalam jajaran orang terkaya di dunia pada urutan ke-110.
Milenial Grup Djarum dari Generasi Ketiga
Seakan tak bisa lepas dari lingkaran kejayaan, gurita bisnis Grup Djarum masih berlanjut hingga ke generasi ketiganya saat ini. Di kalangan generasi milenial dan industri digital, nama Martin Basuki Hartono mungkin tidak terdengar asing.
Martin merupakan CEO Global Digital Prima (GDP) Venture, yang merupakan perusahaan investasi startup digital dengan fokus pada bisnis internet consumer. Martin merupakan taipan generasi ketiga dari keluarga Hartono, anak dari konglomerat nomor satu Indonesia, Robert Budi Hartono.
Mengutip laman resmi GDP, Martin memiliki hasrat kuat pada industri gim dan teknologi. Ini tercermin dari upayanya mengombinasikan berbagai pengalamannya sebagai Direktur Teknologi Bisnis Grup Djarum dan mendirikan GDP Venture pada 2010. Fokus perusahaannya adalah membangun komunitas digital, media, perdagangan, dan perusahaan solusi.
Blibli yang berdiri pada 2011 menjadi e-commerce atau produk pertama yang dikeluarkan Global Digital Niaga (GDN) anak usaha GDP. Model bisnis e-commerce yang identik dengan warna biru tersebut berfokus pada business to business to consumer atau B2B, B2C dan B2B2C.
Tak hanya Blibli, GDN saat ini juga memiliki saham di beberapa perusahaan e-commerce dan perusahaan digital seperti Tiket.com, Halodoc, IDN Media, Kaskus, Kumparan, Cermati.com, dan masih banyak lagi.
Anggota generasi ketiga Grup Djarum lainnya adalah, Victor Rachmat Hartono yang merupakan putra sulung dari Robert Budi Hartono atau kakak dari Martin. Posisi Victor pada Gurita Bisnis Grup Djarum, yakni sebagai Direktur Operasi PT Djarum. Dia juga bertanggung jawab sebagai Presiden Direktur organisasi nirlaba Djarum Foundation yang diresmikan pada 30 April 1986.
Organisasi tersebut fokus terhadap kegiatan-kegiatan sosial seperti pendidikan, lingkungan, olahraga dan budaya di Tanah Air. Victor berkomitmen untuk berinvestasi di semua bidang tersebut, melalui Djarum Foundation, sebagaimana dilansir dari Asia Philanthropy Circle.
Pria yang memiliki hobi fotografi, renang, sejarah, filantropi dan bulu tangkis ini, turut memimpin klub bulu tangkis Djarum. Keseriusannya juga diwujudkan lewat keberhasilan Tantowi Ahmad dan Liliyana Natsir sebagai ganda campuran Djarum Badminton Club yang menyabet medali emas pada Olimpiade Rio 2016.
Nama lain yang juga menjadi sorotan dari generasi ketiga Grup Djarum adalah Armand Wahyudi Hartono. Master of Science Sistem Ekonomi dan Riset Operasi Stanford University ini, merupakan anak bungsu dari taipan Budi Hartono.
Pernah memiliki pengalaman sebagai Analis Riset Kredit Global dan Perbankan Investasi di lembaga keuangan global JP Morgan, membuat Armand dipercaya memimpin bisnis perbankan Grup Djarum. Saat ini, Armand masuk dalam jajaran direksi Bank BCA sebagai Wakil Presiden Direktur, mendampingi Jahja Setiaatmadja selaku Direktur Utama bank dengan kode saham BBCA tersebut.