Medco atau Meta Epsi Drilling Company merupakan salah satu pemain lama industri minyak dan gas di Indonesia. Perusahaan milik konglomerat Arifin Panigoro ini berdiri berkat keyakinan dan pandangan jelinya dalam melihat peluang.

Setelah 40 tahun menggeluti bisnis energi fosil tersebut, Medco memiliki tiga lini usaha, yaitu minyak dan gas, tambang, serta tenaga listrik. Berikut ini sekilas awal mula bisnis Medco.

Akuisisi Blok Tua di Awal Bisnis Medco

Awal merintis bisnis, Medco mengakuisisi Tesoro di Kalimantan Timur. Dilansir dari Antara, kegiatan perminyakan di daerah ini sama tuanya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tesoro sendiri bukanlah nama daerah, melainkan nama perusahaan yang menjalankan produksi minyak bumi sebelum Medco. Daerah Tesoro ini di kota Sanga-Sanga, Kalimantan Timur.

Mulanya, Lapangan Sanga-Sanga dan Tarakan diusahakan oleh perusahaan Belanda bernama Nederlandsch-Indische Industrie en Handel Maatschappij dari 1987 hingga 1905. Pada saat itu, teknologi yang digunakan masih sederhana, misalnya menggunakan alat angguk dan roda dari kayu ulin.

Kepemilikan daerah ini kemudian beralih kepada perusahaan Belanda lain yaitu Batavia Petroleum Maatschappij (BPM). BPM ini sendiri adalah anak dari perusahaan Royal Dutch Shell, yang kini lebih dikenal dengan nama Shell. Di bawah BPM, minyak mentah sudah diolah menjadi oli, bensin, dan minyak tanah.

Tidak berhenti di tangan penjajahan Belanda, Jepang juga mengendus peluang lapangan minyak ini dan mengambil alih instalasi minyak bekas BPM dari 1942-1945. Dengan teknologi dari negara matahari terbit, instalasi minyak lapangan ini diperbaiki dan dapat berproduksi dengan maksimal. National Geographic mencatat pada 1943 Jepang berhasil memproduksi total 50 juta barel minyak bumi dari berbagai blok minyak di kawasan Indonesia.

Setelah Jepang hengkang, lapangan ini kembali dikelola oleh BPM. Perusahaan Belanda ini bahkan mengerahkan tenaga kerja dari pulau Jawa untuk merehabilitasi kilang minyak di sini. Spontan, masyarakat sekitar menentang rencana Belanda tersebut.

Akhirnya, pada 1950 pemerintah Indonesia secara resmi membenahi pelabuhan Balikpapan beserta kilang minyak di sekitarnya di bawah nama Perusahaan Minyak Nasional (Permina), hingga berganti nama menjadi Pertamina. Tercatat pada masa inilah masa kejayaan Sanga-Sanga. Pertamina memegang daerah ini hingga 1972.

Meski begitu, kilang ini tidak dikelola permanen oleh Pertamina. Hingga 1992, daerah ini dioperasikan oleh perusahaan minyak asal Amerika, Tesoro Indonesia Petroleum Company (TIPCO). Dari sinilah, Arifin bersama temannya mulai mengambil alih produksi hingga melepasnya pada 2008. 

Arifin ‘Pipin’ Panigoro, Politikus Sekaligus Pengusaha

Arifin Panigoro (Katadata)

Arifin Panigoro adalah seorang kakak sulung berdarah asli Gorontalo yang lahir di Bandung, 14 Maret 1945. Orangtuanya seorang pengusaha kopiah yang kemudian menjual produk elektronik hingga tekstil. Oleh saudaranya, ia kerap dipanggil dengan sebutan akrab Pipin. 

Arifin adalah alumni dari Jurusan Elektro, Institut Teknologi Bandung, lulus pada 1973. Dilansir dari Kumparan, beberapa tahun setelah lulus kuliah, ayahnya meninggal. Sebagai anak sulung, dia menjadi tulang punggung keluarga, menafkahi 10 orang adiknya. Usahanya berhasil, Arifin melanjutkan pendidikan sebagai Senior Executive Programme di Institute of Business Administration, Fontainebleau, Perancis pada 1979. 

Jauh sebelum membangun Medco, Arifin adalah seorang kontraktor instalasi listrik yang melakukan usahanya secara door-to-door sembari berkuliah di ITB. Setelah itu, Arifin memperoleh ide usaha berkat peristiwa oil boom pada 1970-1980 yang menjadikan minyak bumi sebagai komoditas ekspor utama.

Ia kemudian mengajak teman-temannya sesama alumni ITB untuk membangun perusahaan minyak. Gayung bersambut, kala itu pemerintah RI sedang gencar melakukan pembinaan terhadap pengusaha migas lokal. Arifin dan teman-teman kemudian mendapat izin untuk membangun Medco.

Tak hanya dikenal sebagai seorang pengusaha, Arifin pernah masuk ke dunia politik. Meski hanya sebentar, ia pernah mengemban posisi strategis di Partai Persatuan Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Kala itu, ia menjabat sebagai Ketua DPP dan Ketua Fraksi PDIP di DPR dari tahun 2002-2003. Ia kemudian meninggalkan jabatannya di DPR pada 2005.

Dengan kepemilikannya di Medco, Forbes mencatat nama Arifin dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia tahun 2020. Namun, nama Arifin keluar dari daftar pada 2021, dengan kekayaan US$ 550 juta atau senilai Rp 7,7 triliun (kurs Rp 14.000).

Ragam Usaha Medco

Meski bisnis utama Medco adalah minyak, perusahaan ini juga memiliki dua lini usaha yang lain, yakni tambang tembaga dan emas, serta bisnis gas. Pertama, bisnis tambang tembaga dan emas Medco berada di Batu Hijau, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Kepemilikan Medco atas tambang ini dilakukan oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), di mana Medco memiliki 50% saham perusahaan ini.

Dilansir dari laman perusahaan, tambang Medco itu memiliki estimasi sumber daya 12,9 juta lbs tembaga, 19,7 juga oz emas. Selain itu, tambang ini berpotensi untuk memproduksi 300-400 juta lbs tembaga dan 0,35-0,6 juta emas per tahun.

Kedua, lini usaha Medco lainnya adalah di bidang gas. Tercatat ada sembilan titik pembangkit listrik di Indonesia yang dikelola oleh Medco, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Sarulla di Sumatera Utara, pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Pekanbaru, Riau, PLTG Panaran I dan Panaran II di Batam.

Selain itu, ada PLTG di Prabumulih, Sumatera Selatan, PLTG di Kali Doni, Palembang, PLTG di Lematang, Sumatera Selatan, Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH) di Cianjur, Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara di Tanjung Jati, dan PLTPB Ijen, Jawa Timur.

Usaha minyak Medco sendiri sudah malang melintang hingga ke benua Afrika. Di Indonesia sendiri, Medco memiliki 11 titik produksi, 4 titik pengembangan (development), dan tiga titik eksplorasi yang membentang dari Aceh hingga Sulawesi Tengah. 

Secara internasional, Medco memegang izin eksplorasi di tiga titik, yaitu pertama di Block 10 dan 12, Mexico, kedua di Block 1 dan 4, Tanzania, dan ketiga di Block PM322 di Selat Malaka, Malaysia. Untuk izin pengembangan (development), Medco memegang dua titik, yaitu pertama Area 47 di Libya serta block 1 dan 4 di Tanzania.

Medco juga memegang izin produksi di empat titik. Pertama, di Block 9, Yaman, kedua di Lapangan Karim, Oman, ketiga Lapangan Bualuang, Thailand, dan keempat Block Chim Sao dan Dua di Vietnam.

Dilansir dari paparan publik perusahaan, hingga pertengahan tahun 2021 Medco berhasil memproduksi 94 juta barel minyak dan gas per hari, dengan kapasitas produksi sekitar 110 juta barel per hari. Medco juga sudah menjual 1.355 GWh tenaga listrik, di mana 33 % berasal dari energi terbarukan. Sementara dari pertambangan, AMNT memproduksi 103 juta lbs tembaga atau setara 46.720 ton dan 55.000 oz emas atau sekitar 1,559 ton.

Reporter: Amelia Yesidora