Kawasan Industri Morowali, Tumpuan Industri Baterai Kendaraan Listrik

PT Antam Tbk
Aktivitas peleburan nikel di pabrik feronikel PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara
2/12/2022, 18.39 WIB

Transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik semakin dekat di Indonesia. Untuk mewujudkan itu, pemerintah berencana untuk memberikan subsidi untuk pembeliaan motor dan mobil listrik.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengatakan subsidi untuk pembelian motor listrik direncanakan sebesar Rp 6,5 juta. Saat ini, rencana subsidi baru dibicarakan antara Luhut dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Subsidi ini akan melengkapi usaha Indonesia dalam transisi ke kendaraan listrik. Indonesia memiliki rencana membangun industri ini mulai dari hulu hingga hilir sebagai negara dengan cadangan nikel yang besar.

Hulu ke hilir ini berarti mulai dari pertambangan nikel, pemurnian nikel, pembuatan baterai listrik, perakitan kendaraan listrik, hingga ke daur ulang baterai listrik.

Kawasan Industri Morowali adalah bagian penting dari usaha ini. Kawasan industri yang dioperasikan oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini menjadi pusat pemurnian nikel sekaligus pembuatan katoda baterai listrik.

Proyek Cina Khusus Pemurnian Nikel

Perusahaan besi dan baja Cina, Tsingshan Steel, menjadi perusahaan di balik kawasan industri ini. Tsingshan menjadi pemilik saham terbesar di IMIP dengan perusahaan pertambangan PT Bintang Delapan dan PT Sulawesi Mining Investment.

Awalnya, smelter atau pemurnian nikel di kawasan industri ini hanya untuk keperluan industri besi dan baja. Ini terlihat dari perusahaan-perusahaan smelter yang memproduksi turunan nikel seperti feronikel dan nickel pig iron yang penting untuk pembuatan besi dan baja.

Akan tetapi, berkembangnya pesat mobil listrik serta meningkatnya kebutuhan untuk baterai listrik membuat Indonesia mencari investor untuk smelter nikel yang dibutuhkan untuk baterai.

Sebagai informasi, proses pemurnian nikel untuk industri besi dan baja berbeda dengan industri baterai listrik. Produk turunan nikel yang digunakan untuk besi dan baja dihasilkan lewat proses pirometalurgi (dengan api) dan menghasilkan feronikel, nickel pig iron, dan nickel matte.

Sementara, pemurnian nikel untuk baterai listrik dihasilkan lewat proses hidrometalurgi (dengan air). Produk turunan dari proses ini adalah nickel hydroxide yang nantinya diolah lagi menjadi nikel batangan.

Indonesia akhirnya menemukan investor pabrik smelter untuk baterai listrik pada 2019. Lima perusahaan asal Cina, Jepang, dan Indonesia terlibat dalam pembangunan smelter yang memiliki total investasi mencapai total US$ 700 juta ini.

Perusahaan patungan antara lima perusahaan ini bernama PT QMB New Energy Materials. CEO IMIP Alexander Barus mengatakan smelter ini sudah berproduksi dengan kapasitas hingga 50.000 ton per tahun. Selain QMB, ada juga smelter lain milik PT Huayue Nickel & Cobalt yang memproduksi 70.000 ton.

Selain itu, Alexander juga mengungkapkan masih ada dua lagi smelter nikel untuk baterai yang dibangun. Keduanya adalah PT Fajar Metal Industry dan PT Teluk Metal Industry dengan kapasitas produksi masing-masing 60.000 ton per tahun.

Keempat smelter ini akan memproduksi prekursor katoda baterai yang nantinya dipasok untuk perusahaan produsen sel baterai. Saat ini, produksi akan diekspor mengingat belum ada perusahaan sel baterai di Indonesia yang beroperasi.

Meski begitu, perusahaan sel baterai di Indonesia ini tinggal menunggu waktu. Indonesia sudah melakukan groundbreaking untuk pabrik ini di Karawang pada tahun lalu. Adapun, produksi rencananya akan dimulai pada semester I 2024.

Pabrik ini adalah gabungan dua perusahaan Korea Selatan, LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group. Sel baterai yang diproduksi di pabrik ini akan digunakan untuk brand mobil Hyundai Motor Group seperti Hyundai, Kia, dan Genesis.

Reporter: Reza Pahlevi