Wisata Kota Cirebon kaya akan destinasi sejarahnya. Kota dengan luas sekitar 37,36 km&³2; ini, menyimpan sebuah bangunan tua yang menjadi saksi bisu bagaimana industri rokok di Indonesia pernah berjaya pada masanya.
Berlokasi di Jalan Pasuketan, Kelurahan Lemahwungkuk, berdiri sebuah gedung bergaya art deco khas Eropa. Bangunan ini dikenal masyarakat sebagai Gedung British American Tobacco (BAT), yang merupakan salah satu ikon wisata Kota Cirebon paling tersohor.
Gedung ini berada di pojok perempatan Jalan Pasuketan dan berseberangan dengan Bank Mandiri Kota Cirebon. Di kawasan tersebut terdapat deretan bangunan berusia puluhan tahun yang dibangun sejak masa kolonial.
Kebanyakan destinasi wisata Kota Cirebon memiliki lokasi strategis. Sehingga wisatawan dapat dengan mudah menjangkaunya.
Untuk bisa sampai ke Gedung BAT, para pelancong bisa memulai perjalanan dari Stasiun Cirebon menuju bangunan tersebut menggunakan layanan transportasi umum maupun ojek online. Waktu tempuhnya hanya sekitar 8 menit.
Gedung BAT telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Hal ini tidak lepas dari nilai historis bangunan tersebut yang merupakan bekas pabrik rokok.
Meski kini tidak lagi beroperasi, keindahan arsitektur dan cerita masa lalunya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ditambah dengan kondisi yang masih terawat, Gedung BAT dapat menambah wawasan baru tentang perjalanan industri rokok di Tanah Air.
Industri Rokok Putih di Indonesia
Sebelum menjadi destinasi wisata Kota Cirebon, Gedung BAT awalnya dimiliki oleh perseroan bernama Indo Egyptian Cigarettes Company. Kemudian pada 1923, perusahaan ini diakuisisi sepenuhnya oleh British American Tobacco yang berkedudukan di Inggris.
Gedung BAT dibangun pada masa penjajahan, yaitu pada 1924. Dinding depan bangunan lama terpampang jelas tahun pembuatannya. Bangunan ini menyimpan nilai sejarah penting yang berkaitan dengan industri rokok di Jawa.
Sejak dahulu terdapat beberapa segmen konsumen rokok di Indonesia. Sejarah mencatat, rokok kretek mendapat tempat di hati masyarakat kelas menengah ke bawah. Sedangkan rokok putih, lazimnya dikonsumsi oleh orang berpendapatan tinggi.
Rokok putih merupakan rokok yang dibuat tanpa campuran cengkeh. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara rokok tersebut dengan rokok kretek.
Pada medio 1925-an, perusahaan asing multinasional pertama yang memproduksi rokok putih di Indonesia adalah British American Tobacco. Mereka melihat potensi menjanjikan dari pasar rokok putih di Nusantara.
Pengajar tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Thomas Sunaryo dalam bukunya Kretek Pustaka Nusantara menyebut, perusahaan patungan Inggris-Amerika itu mulai menancapkan bisnisnya dengan mendirikan dua pabrik rokok di Cirebon (1925), yang kini dikenal Gedung BAT serta di Surabaya (1928).
Dalam uraiannya, produksi rokok di kedua pabrik itu pada 1931 tidak kurang dari dua juta batang. Sehingga jumlahnya masih di bawah target. Apalagi berdasarkan penelitian Van der Reijden yang dimuat dalam buku Kretek Djawa, total penjualan rokok putih di tahun tersebut mencapai 7,1 miliar batang per tahun.
Beberapa peraturan telah diberlakukan untuk mengatasi ketimpangan produksi, seperti perbedaan tarif cukai dan peraturan penggunaan mesin baru. Dari kebijakan soal mesin tersebut, kemudian muncul istilah sigaret putih mesin (SPM) yang utamanya dihasilkan oleh BAT.
Seiring berjalannya waktu, produk rokok yang diproduksi di Gedung BAT Kota Cirebon di bawah tahun 1960 sudah banyak dipasarkan. Tercatat beberapa nama seperti Double Ace dan Gold Fish pernah didistribusikan ke sejumlah daerah di Indonesia.
Hikayat Gedung Tua BAT Kota Cirebon Eks Pabrik Rokok Bersejarah
Lewat bendera baru dengan nama British American Tobacco (Java) Limited, perseroan ini mengawali bisnis rokok putih yang cukup mengesankan. Menurut laman BPCB Banten, gedung BAT yang ada di Kota Cirebon mengalami renovasi dan mendapat sentuhan gaya art deco dari arsitek F.D. Cuypers & Hulswit.
Di tahun yang sama, didirikan juga pabrik rokok putih pertama mereka di Cirebon. Pada masa itu, BAT dianggap sebagai produsen rokok putih terbesar di Hindia Barat.
Ketika gejolak Perang Dunia Kedua berkecamuk, pabrik BAT di Cirebon terkena imbasnya. Pada 1942 seluruh usaha, aset, dan kekayaan perusahaan jatuh ke tangan Jepang. Bahkan kegiatan produksi rokok harus berhenti beberapa waktu.
Setelah perang selesai, kondisi pabrik BAT Cirebon perlahan membaik. Usai Indonesia merdeka, mereka lalu mengibarkan nama baru yaitu British American Tobacco Manufacture (Indonesia) Limited.
Aktivitas produksi rokok di Gedung BAT Cirebon terus menunjukan hasil yang memuaskan. Sebelum 1960 misalnya, beberapa produk rokok keluaran BAT disebut-sebut laku keras di pasaran.
Memasuki tahun 1963 - 1964, pabrik rokok di Kota Cirebon ini lalu dikuasai dan diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, saat dikeluarkannya Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, di bawah rezim Suharto kepemilikan pabrik ini dikembalikan lagi kepada BAT, selaku pemilik aslinya.
Pada 1972, pabrik rokok ini kembali menunjukan eksistensinya. Ditandai dengan masifnya produksi rokok yang kian berkembang, sementara pabrik BAT lainnya di Surabaya berhenti produksi.
Sementara itu, pada 1979 perusahaan menjual 30% sahamnya kepada masyarakat Indonesia. Sejak saat itu, nama perusahaan diubah menjadi PT BAT Indonesia. Kini, Gedung BAT yang menjadi ikon wisata Kota Cirebon ini, diyakini dibangun pada 1917. Akan tetapi, hampir semua orang menganggap bahwa untuk pendirian pabriknya dilakukan pada 1924.
Kejayaan Gedung BAT Kota Cirebon lambat laun mulai meredup. Dikarenakan sejumlah faktor salah satunya angka penjualan yang menurun, pabrik ini akhirnya berhenti membuat rokok pada 2010. Semua kegiatan produksi dipindahkan ke Jawa Timur.
Gedung yang dimiliki oleh PT Bentoel Internasional Investama Tbk tersebut, kini dalam kondisi kosong. Mesin-mesin produksinya dipindahkan, yang tersisa hanya ruangan tak terpakai.
Mengingat bagunan ini termasuk cagar budaya, kondisi Gedung BAT Kota Cirebon terawat dengan baik. Bangunan yang memiliki luas sekitar satu hektare ini, menjadi ikon wisata Kota Cirebon sekaligus monumen bagaimana industri rokok pernah ada dan berjaya di pesisir pantura Jawa.