Memanfaatkan Momentum Diskon Harga Saham akibat Virus Corona

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Ilustrasi. Penurunan indeks saham dapat dimanfaatkan investor jangka panjang untuk membeli saham-saham berfundamental bagus.
Penulis: Agustiyanti
1/3/2020, 19.44 WIB

Bursa saham global rontok pada pekan lalu, tak terkecuali Indeks Harga Saham Gabungan. IHSG turun 7,3% pada sepanjang pekan lalu ke level 5.452.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan kepanikan pelaku pasar terkait penyebaran virus corona menyeret bursa saham ke level terendah dalam tiga tahun terakhir. Hal ini sebenarnya dapat disikapi positif oleh investor jangka panjang.

"Bagi investor yang punya horizon waktu lebih dari dari tahun, ini adalah periode yang bagus untuk memulai melakukan cicil beli di saham-saham berfundamental bagus," ujar Hans Kwee, Minggu (1/3).

Saham-saham berkapitalisasi besar tercatat turun cukup dalam pada perdagangan sepanjang pekan lalu. Anjloknya harga saham antara lain dialami PT Astra Internasional Tbk yang mencapai 10,89% menjadi Rp 5.525.

Penurunan juga terjadi pada saham-saham perbankan dengan kapitalisasi pasar raksasa seperti PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Mandiri Tbk. Harga saham BBCA dalam sepekan turun 4,9% menjadi Rp 31.450, BBRI turun 7,1% menjadi Rp 4.910, BMRI turun 7,9% menjadi Rp 7.275, dan BBNI anjlok 9,65% menjasdi RP 7.025. 

(Baca: Investor Panik, Harga Emas Anjlok pada Akhir Pekan)

Saham sektor rokok juga turun, harga saham PT Gudang Garam Tbk atau GGRM turun 8,89% menjadi 4.975 dan PT HM Sampoerna Tbk anjlok 11,46% ke Rp 1.700.

Demikian pula dengan harga saham-saham di sektor konsumer, seperti PT Unilever Tbk atau UNVR dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yang masing-masing turun 9% dan 6,16% menjadi Rp 6.825 dan Rp 10.275.

Hans Kwe menyarankan pelaku pasar tak perlu terlalu panik karena sebenarnya jumlah orang yang sembuh dari virus corona masih lebih banyak di bandingkan yang meninggal dunia. Dampak ekonomi virus corona juga ada, tetapi kekawatiran berlebih sebenarnya yang menyebabkan tekanan besar pada perekonomian dan pasar keuangan.

"Peluang selalu datang dari koreksi tajam di pasar akibat ketakutan dan kekawatiran berlebih," kata dia.

(Baca: Virus Corona Merebak, BI Masih Optimistis Ekonomi RI Mampu Tumbuh 5%)

Adapun pada perdagangan Jumat (28/2), menurut dia, IHSG terlihat membentuk pola candle hammer dengan body kosong yang memberikan indikasi terjadi perlawanan atas tekanan turun. Hal tersebut mengindikasikan kuat terjadi upaya pembalikan arah dari tekanan turun sebelumnya.

Ia pun melihat ada potensi IHSG naik pada perdagangan besok dengan perkiraaan support di level 5400 hingga 5288 dan resistance di level 5500 hingga 5600. Apalagi, OJK telah memberikan lampu hijau bagi emiten untuk melakukan aksi buy back atau pembelian kembali saham.

Pada perdagangan akhir pekan ini, indeks global turun akibat pejabat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau CDC mengonfirmasi kasus pertama virus korona AS di California Utara. Pasien tersebut ternyata tidak memiliki riwayat perjalanan atau kontak sehingga membuat orang tersebut berada dalam risiko terkena virus korona.

Dow Jones Industrial Average turun 1,36%, S&P500 Index turun 0.82 %, tetapi tetapi Nasdaq Composite Index masih berhasil menguat 0,01%.

Pelaku pasar tengah berspekulasi Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada pertemuan Maret 2020 untuk memberikan stimulus menghadapai dampak penyebaran virus korona di dunia. Suku bunga AS yang saat ini jauh lebih tinggi dibanding anggota lainnya di G10 memberikan ruang lebih luas untuk menurunkan suku bunga.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga memperingatkan bahwa virus Korona memiliki potensi menjadi pandemi. WHO berpendapat epidemi virus corona telah mencapai titik puncak di Tiongkok, tetapi kekhawatiran perluasannya penyebaran virus di negara-negara lain lain menimbulkan kekawatiran para pelaku pasar.

(Baca: Korban Tewas Virus Corona Hampir 3.000, AS Laporkan Kematian Pertama)

Sementara lembaga pemeringkat Moody's berpendapat dampak virus korona akan memicu resesi global pada paruh pertama tahun ini.

"Saya perkirakan wabah virus corona berhasil ditanggulangi tetapi pertumbuhan global pada Kuartal pertama tahun 2020 pasati akan terpukul turun," kata Hans Kwe.

Wabah virus corona hingga kini telah menewaskan hampir 3.000 orang dengan jumlah kasus infeksi telah mencapai lebih dari 85 ribu. Sebagian besar kasus dan kematian masih berada di daratan Tiongkok, tetapi jumlah peningkatan kasus kini lebih cepat terjadi di negara dan wilayah lain.

Jumlah kasus di Korea Selatan telah mencapai sekitar 3.700, Italia lebih dari 1.000 kasus, dan Iran lebih dari 500 kasus. Di sisi lain, Komisi Kesehatan Tiongkok melaporkan lebih dari 40 ribu orang telah sembuh dari virus tersebut dan dipulangkan dari rumah sakit.