Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun signifikan dalam beberapa hari perdagangan. Dalam sepekan penurunannya mencapai 7,3%. Untuk itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka peluang untuk menerapkan kebijakan batas penghentian perdagangan saham secara otomatis (auto rejection) asimetris.
"Yang bisa kami lakukan yaitu rentang dari rejection kami persempit," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi di Jakarta, Jumat (28/2).
Kebijakan itu berbeda dengan yang diterapkan oleh bursa saat ini, yaitu auto rejection simetris. Yang diimplementasikan saat ini, suatu saham bisa berhenti diperdagangkan secara otomatis, jika naik atau turunnya drastis berdasarkan fraksi harganya.
Untuk fraksi harga saham Rp 50-Rp 200 per lembar otomatis dihentikan perdagangannya, jika perubahannya sampai 35% dalam sehari. Fraksi harga Rp 200-Rp 5.000 per lembar, perdagangan berhenti jika naik atau turunnya 25%.
(Baca: IHSG Anjlok, OJK Perbolehkan Emiten Buyback Saham Tanpa RUPS)
Lalu, untuk fraksi harga di atas Rp 5.000 per lembar, otomatis akan berhenti jika naik atau turun hingga 20%. Kebijakan ini sudah diterapkan BEI.
Sedangkan auto rejection asimetris, persentase penghentian perdagangannya berbeda ketika harga saham naik atau turun. Aturan ini pernah diterapkan bursa pada periode 2008 hingga 2016 lalu.
Saat itu, perdagangan suatu saham bisa dihentikan otomatis, jika naik atau turunnya drastis berdasarkan fraksi harganya. Mirip dengan auto rejection simetris yang diterapkan BEI saat ini.
Yang membedakan, saham itu akan dihentikan perdagangannya, saat turun 10% untuk setiap fraksi harga. Ini skema auto rejection asimetris.
Namun, Inarno belum bisa mengungkapkan batas bawah penurunan suatu saham, jika jadi menerapkan auto rejection asimetris. Ia enggan menyampaikan karena BEI memiliki opsi aturan lain.
(Baca: IHSG Turun 10% dalam Sepekan, Berikut Tanggapan OJK)
Opsi lainnya, BEI menghentikan perdagangan saham bila IHSG terkoreksi lebih dari 10% atau termasuk kondisi darurat. Namun, keputusan ini perlu mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal itu juga sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor kep-00366/BEI/05-2012. Surat itu menyebutkan, bila indeks turun lebih dari 10%, maka BEI berhak membekukan sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit intraday.
Bila indeks tetap turun bahkan lebih dari 15%, maka bursa berhak menghentikan seluruh perdagangan (trading suspend) sampai akhir sesi perdagangan. Langkah itu juga bisa diterapkan lebih dari satu sesi.
Selain kedua opsi itu, BEI bisa mengambil tindakan lain. Intinya, setiap kebijakan yang diambil dengan memperhatikan kondisi dan hasil penilaian (assessment) terhadap dampak dari kondisi darurat. Hal ini untuk menjaga terlaksananya perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyiapkan langkah untuk mengantisipasi penurunan IHSG. Salah satunya, kebijakan emiten membeli kembali (buyback) saham yang beredar di publik, tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) apabila IHSG anjlok hingga 8% dalam sehari.
(Baca: BI Catat Modal Asing Lari dari RI Rp 30 T Selama Mewabahnya Corona)
Hal itu untuk mengantisipasi tren penurunan indeks. ”Artinya pada saat turun, (bisa melakukan buyback langsung). Nanti detailnya ada di regulasi,” kata Ketua OJK Wimboh Santoso di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (28/2).
Strategi-strategi yang diungkapkan BEI dan OJK itu lantaran IHSG terus terkoreksi. Pada hari ini, indeks ditutup 1,5% ke level 5.452,7. Dalam sepekan, IHSG turun 7,3%.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, pelemahan IHSG sejalan dengan tekanan yang terjadi di berbagai bursa saham dunia. Salah satu penyebabnya, investor kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona.
“Yang dilatarbelakangi oleh sentimen negatif penyebaran virus corona yang semakin meluas ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS),” katanya kepada Katadata.co.id. (Baca: Asing Jual Saham hingga Rp 1,75 Triliun, IHSG Anjlok ke 5.688,9)