Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa pemblokiran sekitar 800 rekening efek terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya tidak berdampak signifikan terhadap kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG).
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah meminta pemblokiran sekitar 800 rekening efek terkait Jiwasraya Jumat 24 Januari 2020. Setelah itu, IHSG terus terkoreksi 6,04% ke level 5.871,95 pada penutupan kemarin, Kamis (13/2), dari level 6.249,21 pada penutupan Kamis (23/1).
Tidak hanya itu, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di bursa saham pun terbilang rendah. Sejak awal tahun hingga kemarin, total RNTH hanya mencapai Rp 6,42 triliun atau turun 21% dibandingkan RNTH 2019 yang mencapai Rp 8,14 triliun. Hingga sesi I perdagangan hari ini pun nilai transaksi saham hanya mencapai Rp 2,89 triliun.
"Kami harap (pemblokiran 800 rekening efek) pengaruhnya tidak besar (ke IHSG). Jadi ini pengaruh regional, ada kasus virus corona itu," kata Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia (BEI) Kristian S. Manullang ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (14/2).
(Baca: Transaksi di Bursa Saham Anjlok 20%, Diduga Terkait Pemblokiran Bandar)
Senada, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono W. Widodo mengatakan bahwa pemblokiran 800 rekening saham oleh Kejagung bakal sedikit mengganggu perdagangan di bursa.
Meski demikian menurutnya hal tersebut bukan menjadi faktor penyebab rendahnya rata-rata nilai transaksi harian bursa. "Tidak (menyebabkan RNTH rendah)," katanya singkat kepada Katadata.co.id.
Analis Royal Investum Sekuritas Wijen Ponthus menilai pemblokiran tersebut memang memiliki andil besar. "(Penurunan transaksi saham) ini wajar karena kita tahu bahwa memang sedang ada beberapa kasus di pasar modal sedang diusut," ujarnya Kamis (6/2) pekan lalu.
Dia menjelaskan bahwa nilai transaksi harian yang besar sebelumnya disumbang oleh saham-saham lapis ketiga yang kini masuk ke dalam pusaran kasus, karena diduga menjadi saham yang 'digoreng' oleh bandar. Dalam perhitungannya, saham-saham gorengan tersebut menyumbang 20-30% transaksi harian di pasar modal.
(Baca: Otoritas Bursa Suspensi Lima Saham terkait Kasus Jiwasraya dan Asabri)
Alhasil, ketika bandar-bandarnya diblokir sehingga tidak bisa melakukan transaksi maka wajar kalau nilai transaksi di bursa turun. "Ini realita yang menurut saya bagus dan ini memang pil pahit," kata dia.
Sehingga nilai transaksi yang relatif rendah saat ini sebagai bentuk normalisasi perdagangan di pasar saham. Nilai transaksi saat ini menggambarkan realitas di pasar modal dalam negeri. Sedangkan nilai tranksaksi sebelumnya yang tinggi, merupakan nilai yang palsu.
Bila regulator konsisten melakukan tindakan tegas semacam ini, Wijen mengatakan, indeks pasar modal dalam negeri akan terjaga dari aksi goreng-menggoreng saham. Dengan begitu, pergerakan indeks ke depannya akan lebih stabil dan kualitas investor pasar modal semakin bagus.
Sementara itu sentimen virus corona memang telah menekan kinerja bursa saham regional dan global. Namun Head of Investment Spesialist PT Manulife Aset Management Indonesia Freddy Tedja mengatakan turunnya indeks lebih karena ketakutan sesaat investor.
"Kalau berkaca dua kejadian epidemi sebelumnya (SARS dan MERS) terlihat tidak terlalu ada hubungan antara pasar saham dengan wabah," ujar Freddy di Jakarta, Selasa (11/2).
(Baca: Terbelit Jiwasraya, Ada Sekuritas dan Asuransi yang Gagal Bayar?)