Katadata Market Sentiment Index (KMSI) memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) pada November 2019 masih akan dalam tren menurun atau bearish seiring dengan proyeksi melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
International Monetary Fund (IMF) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 menjadi 3% dari proyeksi sebelumnya di level 3,3%. Sementara itu proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun depan juga direvisi kebawah dari 3,6% menjadi 3,4%.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi global lantaran perang dagang yang telah berlangsung selama lebih dari setahun kembali memanas. Baik AS maupun Tiongkok pada 1 September 2019 lalu menerapkan tarif baru terhadap impor dari masing-masing negara.
Saat ini kedua negara dikabarkan telah mencapai kesepakatan dagang berdasarkan hasil perundingan di pengujung Oktober. Namun hingga saat ini belum ada kepastian kapan perjanjian dagang tersebut akan diteken pemimpin kedua negara lantaran masih ada beberapa poin kesepakatan yang masih didiskusikan.
(Baca: Kesepakatan AS-Tiongkok Diperkirakan Tak Dongkrak IHSG)
Untuk meminimalisir potensi perlambatan ekonomi, bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, merespon dengan kembali memangkas bunga acuan untuk ketiga kalinya tahun ini, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) menjadi di kisaran 1,5-1,75%.
Langkah tersebut juga diikuti oleh Bank Indonesia (BI) uang juga memangkas bunga acuannya, BI 7 Days Reverse Repo Rate, sebesar 25 bps untuk keempat kalinya tahun ini menjadi ke level 5%. Kendati demikian, hal tersebut masih belum mampu mendorong industri perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan simpanan.
Berdasarkan data BI, suku bunga kredit hanya turun 24 bps sepanjang tahun ini hingga September. Sedangkan bunga simpanan belum diturunkan sebagai upaya untuk menjaga likuiditas. Meski demikian, kebijakan ini memberikan sentimen positif untuk saham sektor keuangan dan properti di sepanjang Oktober.
Sebagai catatan, IHSG pada Oktober naik sebesar 0,96%. Kenaikan indeks domestik ini terutama ditopang oleh indeks sektor industri dasar yang melejit 7,63%; diikuti sektor properti yang naik 5,38% dan sektor aneka industri yang naik 4,89%.
(Baca: IHSG Kembali Ditutup Melemah Usai Jokowi Minta Suku Bunga Kredit Turun)
Namun inflasi yang rendah sepanjang Oktober dan juga triwulan III 2019 membuat saham sektor barang konsumsi atau konsumer turun cukup dalam pada dua bulan terakhir. Bahkan pada Oktober, sektor ini menjadi salah satu sektor yang mengalami koreksi paling dalam sebesar 3,8%.
Seperti diketahui, pada inflasi Oktober 2019 hanya sebesar 0,02% atau di bawah perkiraan bank sentral. Rendahnya inflasi karena harga cabai yang mengalami deflasi. Inflasi tahun ini diperkirakan sesuai target sebesar 3,5% ± 1%. Namun inflasi triwulan III yang hanya 0,16% mengindikasikan daya beli masyarakat yang sedang tertekan.
Di sisi lain kondisi politik pada Oktober lebih stabil dibandingkan bulan sebelumnya yang diwarnai berbagai demonstrasi. IHSG pun naik cukup tinggi pasca-pelantikan susunan kabinet baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada Rabu 23 Oktober 2019.
Pada hari itu IHSG naik 0,52% ke level 6.257,81 dan melejit 1,31% pada sehari kemudian ke level 6.339,647. Walaupun pada penutupan perdagangan Jumat 25 Oktober IHSG kembali mengalami koreksi yang cukup dalam.
(Baca: Investor Institusi Yakin IHSG Oktober Naik, Sektor Konsumsi Potensial)
Dengan kondisi ekonomi dan politik yang demikan, investor diperkirakan masih akan sulit dalam mengambil keputusan investasi. Investor pun diperkirakan masih menunggu kinerja kabinet dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sementara dari sisi global, perlambatan ekonomi dan proyeksi pertumbuhan yang terus direvisi kebawah kan menjadi pertimbangan besar investor dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu IHSG November diprediksi masih akan bearish atau turun.