Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini, Senin (5/8) mengakhiri perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kinerja negatif. Tercatat indeks pasar modal dalam negeri ditutup anjlok hingga 164,48 poin atau 2,59% ke level 6.175,7.
Volume perdagangan hari ini tercatat sebanyak 16,76 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 9,2 triliun dan ditransaksikan sebanyak 519.633 kali. Hanya ada 107 saham yang tercatat naik, 429 saham turun, dan 385 saham stagnan. Investor asing pun tercatat melakukan aksi jual bersih di pasar reguler senilai Rp 1,09 triliun.
Berdasarkan indeks sektoral, tercatat seluruh sektor turun, di mana penurunan paling besar secara persentase terjadi pada sektor infrastruktur yang turun hingga 3,71%. Tidak hanya itu, sektor industri dasar dan konsumer juga terkoreksi masing-masing sebesar 2,72% dan 2,45%.
Terkoreksinya IHSG pada penutupan perdagangan hari ini, bersamaan dengan pengumuman data pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2019 oleh Badan Pusat Statistik sebesar 5,05% secara tahunan (yoy). Capaian tersebut lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 5,27%.
(Baca: Mayoritas Kinerja Emiten LQ45 Melambat di Triwulan II 2019)
Gara-gara Pertumbuhan Ekonomi Melambat dan Perang Dagang
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, tadinya data produk domestik bruto (PDB) bisa menjadi penahan dari turunnya IHSG hari ini. Secara kumulatif, ekonomi hanya tumbuh sebesar 5,06%. "(PDB) malah buruk juga. Jadinya ya say good bye (IHSG)," kata Nico kepada Katadata.co.id pada Senin (5/8).
Menurut Nico, sentimen dari global sebenarnya mampu menekan laju IHSG. Seperti hubungan antara Jepang dan Korea Selatan yang semakin memanas. Menurutnya, memanasnya hubungan mereka tersebut bisa memberikan tekanan terhadap pasar, khususnya di wilayah Asia.
Hal tersebut terlihat dari tidak hanya IHSG saja yang terkoreksi, namun indeks-indeks Asia lainnya juga tercatat turun. Nikkei 225 Index turun 1,74%, Hang Seng Index turun 2,85%, Shanghai Composite Index turun 1,62%, dan Strait Times Index juga turun 1,98%. Tidak hanya di Asia, Dow Jones Index Future juga tercatat turun 1,12% pada penutupan perdagangan pagi tadi waktu Indonesia.
(Baca: IHSG Hari ini Diprediksi Menguat, Saham BUMN Direkomendasikan)
Pertikaian antara Korea Selatan dan Jepang dinilai Nico berpotensi mengancam dan merusak hubungan keamanan dan rantai pasokan global. Hal itu lantaran Presiden Korea Selatan, Moon Jae In menyebut Jepang sembrono dalam pidato Nasional yang berencana untuk mencoret Korea Selatan dari daftar perdagangan yang dipercaya.
"Artinya, Korea Selatan telah dihapus dari daftar tujuan ekspor yang terpercaya," kata Nico.
Tidak hanya itu, sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok juga menjadi sentimen ke pasar modal Asia. Perkembangan terbaru, Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan kenaikan tarif impor lanjutan sebesar 10% terhadap US$ 300 miliar barang impor Tiongkok yang selama ini belum tersentuh perang dagang.
Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying pun menyampaikan pendapat resmi Tiongkok terkait dengan rencana tarif baru tersebut. Menurut Hua, sudah saatnya bagi AS untuk membuktikan kepada dunia bahwa pembicaraan mengenai perdagangan dapat dilanjutkan. Dia menilai langkah Trump ini dapat memukul konsumen AS secara langsung terkait dengan kenaikkan tarif tersebut.
(Baca: Belum Penuhi Porsi Saham Publik Minimal, BEI Suspensi AirAsia)
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji juga senada dengan Nico terkait memanasnya perang dagang antara AS dengan Tiongkok. Tidak hanya itu Nafan menambahkan, krisis di Hong Kong yang makin memanas, juga menambah sentimen pada pasar modal dalam negeri maupun wilayah Asia lainnya.
Hal tersebut terkait dengan aksi mogok massal yang membuat sekitar 200 penerbangan dibatalkan di tengah aksi protes antipemerintah. "Itu sentimen yang paling utama," kata Nafan.