Kisruh Lapkeu Garuda, OJK: Hanya Masalah Komunikasi dengan Direksi

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi pesawat Garuda Indonesia. OJK menilai kisruh laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia hanya masalah miss komunikasi antara dua komisaris dengan para direksinya.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
3/5/2019, 20.26 WIB

Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menilai kisruh laporan keuangan tahun buku 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang membuat dua komisarisnya menolak untuk menandatangani laporan tersebut hanya karena ada miss komunikasi dengan direksi perusahaan.

"Mungkin ada miss komunikasi. Jadi belum sampai ke benar atau salah, supaya jangan bias. Karena kalau seperti ini, harus objektif," kata Hoesen di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (3/5).

Hoesen menyampaikan bahwa saat ini OJK telah menggandeng Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk berkonsultasi terkait laporan keuangan maskapai plat merah itu. Kedua asosiasi ini dinilai tepat karena merupakan ranah mereka dalam mengkaji aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Hoesen mengatakan, OJK dengan kedua institusi tersebut tengah melakukan kajian mendalam dengan melihat kontrak perjanjian antara Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). "Kontraknya kami bahas, harus dikonfirmasi ke pihaknya, manajemen, auditor, third party-nya," ujarnya.

(Baca: Kisruh Laporan Keuangan Garuda, Kementerian BUMN Tak Bisa Intervensi)

Meski begitu, Hoesen menegaskan OJK tidak buru-buru dalam mengambil kesimpulan terhadap kasus ini sehingga belum bisa menyampaikan apakah pihak-pihak terkait dalam kisruh ini akan terkena sanksi atau tidak. Karena itu, OJK akan terus mengumpulkan opini dari berbagai pihak sebelum membuat kesimpulan dan memutuskan langkah berikutnya.

Selain itu, OJK juga koordinasi dengan pihak BEI dalam memutuskan langkah karena Garuda Indonesia merupakan perusahaan publik. Namun, pihak BEI sendiri menyatakan siap memberikan sanksi kepada maskapai penerbangan pelat merah ini dan menyesuaikan laporan keuangan 2018 milik perusahaan yang menjadi polemik.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia pada kesempatan yang sama. Dia mengatakan, Bursa siap memberikan sanksi, meski pihaknya tetap menunggu selesainya pemeriksaan terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia yang bermasalah.

(Baca: BEI: Garuda Indonesia Perlu Jelaskan Detail Perjanjian dengan Mahata)

"Sikapnya bisa apapun sesuai ketentuan, misal penyajian (laporan keuangan 2018) apa perlu disesuaikan. Kalau harus dikenakan sanksi, ya kami kenakan sanksi," kata Nyoman.

Kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia berawal dari dua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang menyoroti pencatatan akuntansi pada laporan kinerja keuangan perusahaan tahun buku 2018. Mereka menilai perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia dengan Mahata sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan tahun buku 2018.

Keberatan dua komisaris Garuda Indonesia tersebut didasarkan pada tidak adanya pembayaran yang telah dilakukan oleh Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat wifi di Citilink. Bahkan dalam perjanjian dengan Mahata, tidak tercantum "term of payment" karena pada saat itu masih dinegosiasikan cara pembayarannya.

(Baca: Dua Komisaris Garuda Indonesia Menilai Perusahaan Harusnya Merugi)

Reporter: Ihya Ulum Aldin