Katadata Market Index: IHSG Januari Diperkirakan Masih Bearish

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Bursa Efek Indonesia mengadakan konferensi pers mengenai Pengumuman Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan (27/12). Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan dirinya optimis dengan pergantian tahun ini, meski tahun depan memasuki tahun politik. Justru tantangan terbesar datang dari faktor eksternal yang tak bisa dihindari.
Penulis: Happy Fajrian
7/1/2019, 03.48 WIB

Katadata Market Sentiment Index yang dirilis oleh Katadata Insight Center (KIC) memprediksi tren bearish (turun) pada pasar saham Indonesia yang telah terjadi sejak Februari 2018, akan berlanjut sampai akhir Januari 2019.

Berdasarkan model yang dikembangkan KIC, faktor-faktor perekonomian domestik dan global membuat probabilita pasar saham dalam kondisi bullish (naik) untuk Januari 2019 masih mendekati nol, yakni hanya sebesar 1,7%.

Sejumlah indikator makro ekonomi domestik sebenarnya berpeluang untuk mendorong indeks harga saham gabungan (IHSG) menuju arah periode bullish. Termasuk turunnya harga minyak mentah dunia jenis Brent hingga 9% pada Desember 2018 serta nilai tukar rupiah yang relatif stabil pada kisaran Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat (AS).

Namun perbaikan indikator makro ekonomi domestik tersebut dinilai belum signifikan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, belum terjadi peningkatan pertumbuhan di sektor riil yang disebabkan belum signifikannya pertumbuhan penjualan mobil, motor, dan semen di Indonesia, walaupun inflasi di dalam negeri masih terjaga di level 3,1-3,3%.

Kedua, likuiditas ketat masih menjadi kendala di perekonomian yang terlihat dari pertumbuhan uang beredar (M2) yang lebih rendah dari rata-rata 12 bulan sebelumnya. Serta ketiga, kenaikan bunga acuan Bank Indonesia, 7-days repo rate, sebesar 25 basis poin pada November 2018.

(Baca: Naik atau Turunnya Bunga AS Dinilai Bakal Mengancam Ekonomi Indonesia)

(Katadata Insight Center (KIC))

"Di sisi lain, kondisi perekonomian global juga belum pulih. Kondisi geopolitik masih memanas sebagai akibat dari perang dagang antara AS dan Tiongkok," kata panel ahli KIC yang terdiri dari Kepala Danareksa Research Insitute, Damhuri Nasution, dan Visiting Associate Professor di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Wahyu Prasetyawan.

Perang dagang antara AS dan Tiongkok memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekonomian kedua negara. Di Tiongkok, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan keuntungan industri pada November 2018 turun menjadi 1,8% dibandingkan pertumbuhan 3,6% pada bulan sebelumnya.

Turunnya pertumbuhan keuntungan industri disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan penjualan, naiknya harga jual produsen, serta peningkatan biaya-biaya, termasuk di antaranya kenaikan tarif yang dikenakan oleh pihak AS terhadap produk asal Tiongkok yang masuk ke pasar AS.

Selain itu, untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, Negeri Tirai Bambu ini mencatatkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada triwulan pertama 2018. Faktor-faktor ini akan membuat outlook perekonomian Tiongkok tahun ini akan mengalami masa-masa yang buruk.

(Baca: IHSG Catatkan Kinerja Positif di Pekan Pertama 2019)

Pada Desember 2018 Katadata Market Sentiment Index memprediksi IHSG dalam kondisi bearish. Hal tersebut terbukti dengan IHSG pada Desember 2018 ditutup turun 2,54% dibandingkan posisi penutupan Desember 2017 pada posisi 6.356. Meskipun secara bulanan posisi IHSG pada akhir 2018 lebih tinggi 2,28% dibandingkan dengan penutupan November 2018 di posisi 6.056.

Hasil riset Katadata Market Sentiment Index akan diperbarui setiap bulan dan dapat diunduh di sini