Bursa Efek Indonesia (BEI) terus memantau perkembangan bisnis PT First Media Tbk (KBLV) setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) resmi mencabut izin penggunaan spektrum frekuensi radio 2,3 ghz First Media dan PT Internux (Bolt). First Media menunggak biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio 2,3 Ghz pada 2016 dan 2017 berikut dendanya senilai Rp 364,84 miliar. Begitu pun Internux yang menunggak selama dua tahun sehingga harus membayar Rp 343,58 miliar.
Sejauh ini, BEI menilai pencabutan tersebut tidak membuat perubahan yang signifikan terhadap going concern perusahaan. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh First Media pada akhir tahun lalu, First Media memiliki lini bisnis yang cukup banyak dan memiliki kontribusi yang besar terhadap kelangsungan bisnis perusahaan.
Dengan dicabutnya izin layanan BOLT, First Media akan fokus memaksimalkan kinerja entitas anak lainnya yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan in-building solution, jasa nilai tambah kartu panggil, jasa layanan internet, penyediaan konten berita, serta rumah produksi untuk penyediaan iklan dan konten siaran televisi.
(Baca: Izin Dicabut, Bolt dan First Media Masih Punya 5 Ribu Pelanggan)
"Kita lihat, jika ada penghentian satu lini bisnis apakah itu berpengaruh signifikan atau ada lini bisnis lainnya yang bisa support. Jika ada, kita arahnya pemantauan. Namun, jika kontribusi lini bisnis lainnya ternyata kecil, kami akan melakukan tindakan lebih lanjut," jelas Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (2/1).
Nyoman mengatakan, untuk kasus penghentian layanan Bolt, lini bisnis First Media yang lainnya masih bisa men-support kinerja bisnisnya. Sehingga, hingga saat ini, pihak bursa hanya sebatas memonitor lini bisnis First Media yang lainnya, apakah berjalan dengan baik atau tidak.
"Jadi, pada saat kita mendengar atau mendapat informasi, kita lihat dulu dari kontribusi di laporan keuangan. Setelah itu, tanyakan ke mereka berapa persen kontribusi, sampai kita bisa pastikan dari sisi going concern," kata Nyoman.
(Baca: Tawarkan SIM Card Gratis, Smartfren Ambil Alih Pelanggan Bolt)
Nyoman menjelaskan, setiap perusahaan tercatat bisa saja menghentikan bisnisnya untuk sementara waktu atau suatu saat menambah lini bisnis baru. Hal terpenting yang harus bursa pastikan yaitu apakah perusahaan tersebut apakah masih memiliki pendapatan atau tidak ketika ada lini bisnis yang dihentikan.
Menurut laporan keuangan yang diterbitkan pada akhir September 2018, 75,08% pendapatan bisnis First Media berasal dari bisnis layanan jasa internet atau internet service provider (ISP) dan layanan komunikasi data. Pendapatan dari lini bisnis tersebut sebesar Rp 571,7 miliar dari total Rp 761,5 miliar. Sayangnya, dalam laporan keuangan tersebut, tidak dirinci pendapatan dari anak-anak usaha First Media.
Namun, dari 17 anak usaha First Media, lima di antaranya bergerak pada bidang yang masih berhubungan dengan bisnis utama First Media. Selain PT Internux, empat entitas anak lainnya yaitu PT Bintang Merah Perkasa Abadi, PT Delta Nusantara Networks, PT MSH Niaga Telecom Indonesia, dan PT Lynx Mitra Asia.