Berkah Perang Dagang, Sat Nusapersada Akan Bangun Pabrik Baru

Arief Kamaludin|KATADATA
PT Sat Nusapersada Tbk dapat kontrak kerjasama merakit Iphone dengan Pegatron Corporation.
Penulis: Happy Fajrian
13/12/2018, 08.54 WIB

Konflik dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok mulai menuai korban. Sejumlah perusahaan yang beroperasi di Tiongkok dikabarkan akan segera hengkang dari sana, pindah ke kawasan ASEAN, termasuk Indonesia untuk menghindari tarif ekspor yang lebih tinggi ke pasar AS.

Perusahaan perakit ponsel pintar (smartphone) iPhone, Pegatron Corporation adalah salah satu perusahaan yang memindahkan produksinya ke Indonesia untuk menghindari kenaikan tarif tersebut. Di Indonesia, Pegatron bermitra dengan PT Sat Nusapersada Tbk yang juga bergerak pada bidang perakitan smartphone.

Menjadi mitra Pegatron, saham Sat Nusapersada pun menjadi incaran investor. Sejak pengumuman kerjasama antara Pegatron dan Sat Nusa diumumkan pada keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 3 Desember lalu, harga saham perusahaan berkode emiten PTSN ini terus meroket.

Saham PTSN pada 3 Desember lalu diperdagangkan pada level Rp 488 per sahamnya. Pada penutupan perdagangan Rabu (12/12) harga saham PTSN telah melonjak ke level Rp 940 per saham. Artinya, dalam rentang waktu sembilan hari saja, harga saham PTSN meroket nyaris dua kali lipat, tepatnya 92,62%!

(Baca juga: Berkah Perang Dagang, Perakit iPhone akan Pindahkan Pabrik ke Batam)

Kerjasama dengan Pegatron dipastikan akan membuat bisnis Sat Nusapersada mengalami peningkatan seiring dengan datangnya order perakitan dari Pegatron. "Untuk jangka panjang akan mendatangkan peningkatan arus kas karena pendapatan tambahan yang diperoleh dari proyek baru ini," kata Direktur Utama Sat Nusapersada Abidin Fan.

Jangkauan bisnis Sat Nusapersada pun akan semakin luas karena tidak hanya fokus pada produk smartphone dan pasar dalam negeri saja, tapi juga produk lain dan pasar ekspor, terutama pasar AS yang akan menjadi tujuan ekspor produk iPhone.

Namun meningkatnya volume bisnis perakitan Sat Nusapersada saat ini terkendala kapasitas produksi yang ada. Terutama terkait keterbatasan ruangan produksi dan gudang penyimpanan, serta jumlah pekerja yang akan mengalami kenaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Untuk meningkatkan kapasitas pabrik, dalam keterbukaan informasi Sat Nusapersada mengungkapkan rencana untuk membangun dua pabrik baru. Sat Nusapersada disebutkan akan membeli lahan disekitar pabrik yang ada saat ini untuk membangun dua pabrik baru untuk mengantisipasi kenaikan produksi pada 2019.

(Baca pula: Hubungan AS-Tiongkok Terancam Merenggang Pasca Penangkapan Bos Huawei)

Rencananya Sat Nusapersada akan membeli lahan seluas kurang lebih 2.560 meter persegi di sekitar pabrik lama untuk membangun Pabrik 12 yang rencananya setinggi 6 lantai dengan luas bangungan lebih kurang 16.639 meter persegi. Kemudian untuk Pabrik 12A setinggi 5 lantai akan dibangun pada tanah seluas 1.152 meter persegi, sedangkan luas bangunan direncanakan lebih kurang 4.880 meter persegi.

Untuk membangun dua pabrik tersebut, Sat Nusapersada akan mengajukan fasilitas kredit dari Bank Mandiri dan menggunakan dana internal perusahaan. "Perseroan mengajukan permohonan fasilitas kredit dari Bank Mandiri untuk memenuhi kebutuhan cashflow dalam membangun pabrik 12," ungkap keterbukaan informasi Sat Nusapersada yang disampaikan kepada BEI.

Sementara itu jumlah tenaga kerja juga akan bertambah signifikan sejalan dengan peningkatan produksi. Pasalnya sepanjang tahun 2018, jumlah tenaga kerja Sat Nusapersada telah meningkat hampir dua kali lipat, dari 3.274 per Desember 2017 menjadi lebih dari 6.000 tenaga kerja seiring dengan naiknya pendapatan perusahaan selama kuartal III-2018 secara tahunan (year on year).

Terus meningkatnya penjualan smartphone di Indonesia membuat bisnis Sat Nusapersada juga berkembang dengan sangat pesat. Sampai dengan September 2018, Sat Nusapersada telah memperoleh pendapatan sebesar US$ 233,48 juta, naik 261,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 64,59 juta. Laba kotor selama periode tersebut juga melesat 210,28%, dari US$ 6,79 juta menjadi US$ 21,05 juta.

(Baca lagi: AS-Tiongkok Gencatan Senjata, Kekhawatiran Perang Dagang Belum Mereda)