Pertemuan IMF-WB dan Surplus Neraca Dagang Dorong Penguatan IHSG

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tidak berubah pada pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/7).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
15/10/2018, 13.05 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak positif pada perdagangan hari pertama pekan ini, sempat menembus ke level 5.816. IHSG ditutup menguat 0,19% pada sesi pertama perdagangan atau setara 10,9 poin menjadi berada di level 5.767,4.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan penguatan IHSG karena mendapat sentimen positif dari penyelenggaraan pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali. Para investor menyambut baik rencana investasi terhadap 21 proyek di tanah air senilai Rp 207 triliun.

"Pertemuan itu juga meningkatkan prestise Indonesia di mata dunia internasional," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (15/10).

(Baca juga: Bursa Saham Asia Perkasa di Tengah Anjloknya Indeks Amerika dan Eropa)

Data neraca perdagangan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada siang hari ini juga menjadi sentimen positif bagi IHSG. BPS mengumumkan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 230 juta.

Investor asing pun melakukan beli bersih pada perdagangan sesi pertama di pasar reguler sebesar Rp 161,2 miliar. Total transaksi perdagangan senilai Rp 3,18 triliun dengan volume transaksi sebanyak 5,2 miliar lembar saham. Ada 128 saham yang menguat, 226 saham berada di zona merah, dan 123 saham stagnan.

Sementara itu, pasar modal Asia ditutup mayoritas di zona merah. Hingga berita ini ditulis, Nikkei 225 Index terkoreksi 1,46%, Hang Seng Index terkoreksi 1,01%, dan Shanghai Composite Index terkoreksi 0,79%. Adapun pasar saham Amerika, seperti Dow Jones Index memguat 1,15%, S&P 500 Index menguat 1,42%, dan Nasdaq Composite Index menguat 2,29%.

(Baca juga: Kekhawatiran Perang Dagang Picu Aksi Jual Besar di Bursa Saham Global)

Melemahnya mayoritas pasar saham Asia, menurut Nafan disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap perang dagang maupun perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

"Hal itu juga menyebabkan depresiasi bagi rupiah terhadap dolar AS," katanya. Seperti diketahui, posisi nilai tukar rupiah berdasarkan RTI Infokom hingga berita ini ditulis berada di Rp 15.234 per dolar AS.