Pasar keuangan negara berkembang Asia terpantau relatif stabil menjelang pengumuman bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate. Beberapa indeks di bursa saham negara-negara berkembang Asia terpantau naik. Hal ini ditengarai seiring dengan meredanya aksi jual. Pelemahan nilai tukar mata uang pun terpantau ringan.
Pada perdagangan Rabu (26/9) siang, indeks MSCI Asia Pacific tercatat naik 0,26% ke level 165,58. Indeks ini memotret saham berkapitalisasi besar dan menengah di lima negara maju, serta sembilan negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. Di antara negara berkembang, indeks yang berada di zona hijau di antaranya Thai Set 50 Indeks di Thailand, FTSE Bursa Malaysia KLCI, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Secara khusus, IHSG naik 0,51% ke level 5.904. Mengacu pada data RTI, investor asing tercatat membukukan pembelian bersih (net foreign buy) saham sebesar Rp 158,72 miliar atau total Rp 2,11 triliun dalam sepekan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kondisi tak jauh berbeda terpantau di pasar Surat Utang Negara (SUN). Berdasarkan data terakhir per Selasa (25/9), kepemilikan asing tercatat Rp 844,69 triliun. Jumlah ini naik Rp 9,14 triliun dalam sepekan.
(Baca juga: Tekanan Ringan Kurs Rupiah Jelang Keputusan Bunga AS)
Seiring kondisi tersebut, pelemahan nilai tukar mata uang negara berkembang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau relatif ringan. Pada Rabu siang, pelemahan masing-masing mata uang tercatat kurang dari 0,2% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Nilai tukar rupiah, misalnya, melemah 0,13% ke level 14.936 per dolar AS. Meski begitu, level pelemahan ini tetap jadi sorotan lantaran kembali mendekati level psikologis Rp 15.000 per dolar AS.
Adapun meredanya aksi jual di pasar modal seiring dengan meningkatnya respons kebijakan moneter di negara-negara berkembang untuk mengantisipasi berbagai isu global, termasuk kenaikan Fed Fund Rate. Saat ini, investor disebut-sebut mulai kembali mencari peluang di aset negara-negara berkembang, seiring harganya yang murah imbas maraknya aksi jual beberapa waktu lalu.
Mengutip Bloomberg, Morgan Stanley mengubah pandangan menjadi netral untuk pasar keuangan domestik negara berkembang. “Aset-aset di negara berkembang menguat pekan lalu dan kami pikir ini menandakan awal dari periode stabilitas pasar,” kata James Lord, Morgan Stanley Strategist. Matthews Asia menyebut, saat ini merupakan saat terbaik untuk membeli aset di pasar keuangan negara berkembang sejak taper tantrum 2013 lalu.