KATADATA ? Kegagalan koalisi partai pendukung presiden terpilih Joko Widodo memenangi sejumlah pengambilan keputusan di parlemen berdampak buruk pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah.
Pengesahan Undang-Undang Pilkada pada 26 September lalu, misalnya, telah membuat IHSG dan rupiah terperosok. IHSG merosot 1,32 persen ke level 5.132, sementara rupiah turun 0,36 persen menjadi Rp 12.023 per dolar Amerika Serikat (AS).
Hal ini terulang dan bahkan terperosok lebih dalam ketika sidang paripurna memilih pimpinan DPR periode 2014-2019 pada 2 Oktober kemarin. IHSG anjlok hingga 2,73 persen ke posisi 5.000.
Hari ini pun, IHSG kembali turun 1,03 persen ke posisi 4.949. Padahal IHSG sudah mampu bertahan di atas level 5.000 dalam empat bulan. (Baca: IHSG Jatuh Karena Jokowi Gagal Kuasai Parlemen)
Data Bursa Efek Indonesia mencatat, selama sembilan hari perdagangan, investor asing sudah melepas modalnya (net sales) dari Indonesia hingga Rp 7,2 triliun. Dalam satu hari kemarin saja, investor sudah melepas Rp 1,48 triliun sahamnya di Indonesia. Net sales terbesar asing setelah 15 Agustus 2014, yang mencapai Rp 1,9 triliun.
Menurut Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Securities, situasi ketidakpastian politik saat ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor mengenai efektivitas pemerintahan Jokowi. Hal ini yang kemudian menyebabkan investor cenderung mengamankan dananya. ?Sebelum Jokowi dilantik, ketidakpastian masih akan ada,? kata dia kepada Katadata, Jumat (3/10).
Sejalan dengan IHSG, nilai tukar rupiah sejak 24 September hingga 3 Oktober, sudah melemah hingga 1,86 persen, menjadi Rp 12.178 per dolar. Sebelumnya rupiah sudah bisa menekan laju dolar AS di bawah Rp 12.000 dalam empat bulan terakhir. (Baca: Kepercayaan Pasar Akan Pulih Setelah Jokowi Dilantik)
Aksi jual yang membuat IHSG dan rupiah bisa anjlok ini menunjukkan kekhawatiran pasar terhadap kondisi politik. Jokowi akan sulit mendapatkan dukungan parlemen dalam pemerintahannya mendatang.
?Tentu nanti dikhawatirkan oleh pelaku pasar pemerintahan jadi kurang efektif dalam melaksanakan pekerjaan,? ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, kemarin. (Baca: Ini Sebab Deklarasi Capres Direspons Negatif Pasar)
Dukungan pasar terhadap Jokowi sudah terlihat ketika pengumuman pencapresannya pada 14 Maret lalu. Indeks ketika itu langsung naik 3,2 persen ke posisi 4.879 poin, sedangkan rupiah menguat hingga hampir ke level terendah tahun ini, Rp 11.356 per dolar.
Ketika pasar melihat peluang Jokowi besar, pasar akan merespons positif, IHSG dan rupiah cenderung membaik. Bahkan, saat itu muncul fenomena ?Jokowi effect? ketika IHSG dan rupiah menguat.
Namun sebaliknya, jika pasar melihat peluang Jokowi terhambat, maka pasar akan merespons negatif, IHSG dan rupiah semakin drop. (Baca: Persepsi Pasar terhadap Pilpres 2014)