Pandemi corona menghantam sektor pertambangan. Hampir seluruh emiten pertambangan, khususnya yang bergerak di sektor batu bara, yang telah mempublikasikan laporan keuangan semester I 2020, kinerjanya menurun.
Berdasarkan data yang dihimpun Katadata.co.id, kinerja emiten batu bara rata-rata mengalami penurunan pendapatan maupun laba bersih mulai dari 20% hingga lebih dari 50% secara tahunan atau year on year (yoy) pada semester I, bahkan ada yang merugi.
ABM Investama Tbk, misalnya membukukan kerugian bersih US$ 3,42 juta atau setara Rp 49,64 miliar. Padahal pada semester I 2019, perusahaan berkode emiten ABMM ini masih membukukan laba bersih sebesar US$ 5,23 juta.
Meski begitu, ABMM membukukan kenaikan pendapatan sebesar 1,26% menjadi US$ 290,1 juta atau Rp 4,23 triliun pada paruh pertama tahun ini dibanding dari periode yang saham tahun sebelumnya sebesar US$ 286,48 juta.
Pendapatan ABMM masih dikontribusikan dari bisnis kontraktor tambang dan tambang batu bara, yakni sebesar 78,5% dari total pendapatan atau senilai US$ 220 juta. Sedangkan, pendapatan dari segmen logistik dan sewa kapal sebesar US$ 43,75 juta, disusul oleh pendapatan dari segmen divisi site services (SSD) dan pabrikasi senilai US$ 16,52 juta.
Sementara itu, emiten tambang batu bara lainnya yakni Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 652,62 juta atau setara Rp 9,52 triliun pada semester I 2020. Jumlah ini turun 26,89% yoy dari sebesar US$ 892,70 juta pada semester I 2019.
Alhasil laba bersih perusahaan berkode emiten ITMG ini turun lebih dari 50% menjadi US$ 29,8 juta dari sebelumnya sebesar US$ 70,8 juta per Juni 2019.
Sedangkan, entitas grup Astra yakni United Tractors Tbk juga membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih, salah satunya dikarenakan lini bisnis kontraktor pertambangannya terpukul rendahnya harga batu bara. UNTR ini membukukan pendapatan bersih Rp 33,19 miliar, turun 23% yoy dari Rp 43,3 miliar.
Penurunan pendapatan ini membuat laba UNTR semester I 2020 merosot 28% yoy menjadi Rp 4,06 triliun dari Rp 5,66 triliun pada semester I 2019. Adapun United Tractors menjalankan bisnis kontraktor pertambangan melalui entitas anaknya PT Pamapersada Nusantara dan usaha batu bara melalui PT Tuah Turangga Agung.
Sebagai informasi, harga batu bara mengalami tren menurun sejak World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada pertengahan Maret lalu. Adapun harga batu bara acuan Indonesia periode Juli 2020 sebesar US$ 52,16 per ton. Angka ini turun tipis US$ 0,82 dari HBA Juni 2020 yang sebesar US$ 52,98 per ton.
Harga batu bara acuan sempat menguat 0,28% ke level US$ 67,08 per ton pada Maret dibanding bulan Februari US$ 66,89 per ton. Kemudian, HBA lantas melemah ke posisi US$ 65,77 per ton pada April dan berlanjut pada Mei di level US$ 61,11 per ton.
Kinerja Diramal Membaik Pada Semester II
Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia, memprediksi emiten produsen batubara kinerjanya akan membaik pada semester II tahun ini. Hal ini lantaran Tiongkok sebagai salah satu negara terbesar konsumen batubara permintaannya akan kembali meningkat.
“Batubara pada paruh kedua tahun ini diharapkan membaik dengan kembali meningkatnya permintaan dari Tiongkok seiring dengan mendekatnya musim dingin,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (13/8).
Menurut Catherina, melemahnya harga batubara sebesar 26,88% secara year to date pada kuartal I dan kuartal II tahun ini hingga menyentuh level US$ 49.50 per metrik ton disebabkan oleh anjloknya permintaan pasar. Namun berdasarkan data historis, permintaan batubara akan meningkat kembali pada kuartal III.
Dia menambahkan, naiknya permintaan batubara pada periode saat ini akan berdampak juga kepada peningkatan penjualan emiten batubara. Terutama emiten Adaro Energy (ADRO) dan Bukit Asam (PTBA). “Dalam 2 tahun terakhir mencatatkan peningkatan bottom line sebesar 2.89% (2-year average) pada 3Q,” katanya.
Meski begitu, dia mengingatkan, permintaan batu bara tahun ini akan diselimuti oleh berbagai sentimen negatif dari faktor eksternal.
Seperti penutupan pembangkit listrik dari batu bara di negara - negara Eropa seiring dengan green campaign yang dijalankan. Serta, pengunaan batu bara untuk tenaga listrik yang turun sebesar 30% di Amerika Serikat hingga semester I 2020.
“Faktor ini akan menjadi pemberat dan risiko bagi sektor batu bara. Kami mempertahankan outlook netral pada sektor batu bara dengan rekomendasi: ADRO BUY TP:1.310 dan PTBA BUY TP:2.390,” tambahnya.
Senada, Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, kinerja emiten batu bara pada semester II tahun ini akan membaik dibanding semester I. Alasannya permintaan batu bara baik di domestik maupun global akan meningkat memasuki semester II.
Selain itu, menurut Nafan, berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah seperti hilirisasi dan gasifikasi batubara serta memasukan batubara dalam RUU Omnibus law bakal menjadi sentimen positif untuk mengerek kinerja emiten batubara pada semester II 2020.
“Harga batu bara yang sangat mendukung kinerja penjualan emiten. Serta produksi dan ekspor coking coal (batu bara kokas),” ujarnya.