Bertambah Lagi Dua Perusahaan IPO yang Sahamnya Meroket

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Bursa Efek Indonesia
Penulis: Ihya Ulum Aldin
10/9/2020, 11.46 WIB

Geliat perusahaan untuk mencari permodalan di pasar saham terus bergulir. Hari ini, Kamis (10/9), ada dua perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia. Tambahan kedua tersebut, menggenapi 44 perusahaan sudah melakukan initial public offering (IPO) sepanjang tahun berjalan ini.

Emiten baru yang melantai hari ini yaitu PT Rockfields Properti Indonesia Tbk (ROCK). harga saham perusahaan properti kelas atas ini saat dibuka langsung meroket hingga 25% menyentuh harga Rp 1.675 per saham. Saham ini pun langsung terkena auto rejection atas.

Dalam IPO hari ini, Rockfields melepas sebanyak 287,03 juta unit saham baru ke publik atau setara 20%. Perusahaan melepas dengan menawarkan harga Rp 1.340 per saham. Dalam IPO ini Rockfields mampu meraup dana senilai Rp 384,63 miliar.

Dari dana yang diraup tersebut, sekitar 74% digunakan untuk meningkatkan penyertaan saham di entitas anak, PT Artha Mas Investama (AMI) untuk pembangunan proyek gedung perkantoran. Modal itu diperlukan untuk membiayai pekerjaan sipil, pengetesan terhadap gempa, termasuk membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Rencana pelaksanaan pengembangan proyek dimulai pada akhir 2020 dan ditargetkan selesai pada 2024. Sampai saat ini, Rockfields telah mengantongi perizinan Keterangan Rencana Kota (KRK) dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) dan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR).

Sementara, 26% sisanya untuk meningkatkan penyertaan saham di entitas anak yaitu PT Graha Lestari Internusa. Tambahan modal itu digunakan untuk pembangunan fasilitas penunjang gedung Noble House di Mega Kuningan, Jakarta seperti fasilitas ruang meeting, kantin, dan ruangan yang disewakan dengan perabotan dan perlengkapannya.

"Rencana pelaksanaan pengembangan kegiatan usaha akan dimulai saat diterimanya dana IPO dengan estimasi pengerjaan selama enam bulan," kata manajemen Rockfields.

PT Grand House Mulia Tbk (HOMI) juga saat perdagangan perdana sahamnya di bursa, langsung mengalami kenaikan harga hingga 24,74% menjadi Rp 474 per saham. Sejauh ini, sahamnya sudah diperdagangkan sebanyak 8 kali dengan nilai total transaksi mencapai Rp 8,27 juta.

Dalam aksi korporasi ini, perusahaan melepas sebanyak 157,5 juta unit saham baru atau setara dengan 20% dari total saham kepada masyarakat. Harga penawaran saham baru tersebut senilai Rp 380 per saham, dimana artinya Grand House meraup dana senilai Rp 59,85 miliar dari investor pasar modal.

Sebesar 95% dari dana yang diraup ini, akan digunakan untuk modal kerja (working capital) yaitu pembayaran kepada pemasok, pembayaran gaji karyawan, pembayaran upah proyek, pembayaran kontraktor, pembayaran aktivitas iklan, pameran serta marketing, dan pembayaran komisi penjualan.

Sementara sisanya, untuk pembayaran sebagian utang pinjaman pokok dan nisbah bagi hasil kepada kreditur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dengan nilai saldo utang per 31 Desember 2019 Rp 48,11 miliar yang bakal jatuh tempo 30 Maret 2022. Pinjaman dengan nisbah 9% tersebut digunakan untuk pembiayaan proyek perumahan Parkville Serpong.

"Pinjaman pokok dan nisbah bagi hasil yang akan dibayarkan akan sebesar Rp 2,99 miliar. Berdasarkan saldo utang per 31 Desember 2019, maka saldo utang setelah pembayaran sebesar Rp 45.11 miliar," kata manajemen Grand House Mulia.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan ada kebutuhan permodalan yang cukup besar di tengah kondisi krisis ini, agar perusahaan bisa melakukan ekspansi. Langkah perusahaan dalam menggalang dana untuk kebutuhan tersebut, salah satu alternatifnya adalah IPO.

Meski pandemi masih menyelimuti setiap kegiatan, dunia usaha dipaksa untuk mempertahankan operasionalnya. "Kemudian, hal ini yang membuat kebutuhan akan pendanaan harus tetap berlanjut juga," kata Reza ketika dihubungi oleh Katadata.co.id, Senin (7/9).

Ia mengakui bahwa ada potensi dana yang ditargetkan perusahaan tidak mampu diserap oleh pelaku pasar modal. Namun, sekuritas yang menjadi penjamin efek melihat bahwa animo pelaku pasar modal masih tetap ada. Hal inilah yang coba dimanfaatkan oleh perusahaan dan sekuritas untuk mencari dana lewat IPO.