Sudah dua hari omnibus law cipta lapangan kerja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), meski menuai banyak protes dari berbagai kalangan. Tapi, dalam dua hari pula indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak naik hingga 1,47% di level 4.999,22 pada penutupan perdagangan Selasa (6/10).
Dalam dua hari ini, tampaknya pasar saham mengapresiasi disahkannya undang-undang yang sifatnya menggantikan berbagai undang-undang sebelumnya. Padahal, pasar modal masih terpukul oleh pandemi Covid-19 dan adanya potensi resesi Indonesia, yang membuat sejak awal tahun ini tercatat turun 20,64%.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan omnibus law menjadi menjadi sentimen positif karena bisa meningkatkan investasi asing secara langsung di Indonesia. "Ketika banyak investasi asing yang masuk, artinya ada arus kas yang masuk positif untuk Indonesia," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).
Meski begitu, Sukarno menilai masih ada kendala yang bisa mendorong sentimen negatif omnibus law terhadap pasar saham. Menurutnya, isu sosial seperti penolakan dari berbagai kalangan terhadap omnibus law ini, bisa mendorong sentimen ke arah negatif, bila tidak dikontrol.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menyoroti soal penolakan berbagai soal omnibus law. Menurutnya, saat ini sangat penting bagi pemerintah untuk tetap mengadakan diskusi dan sosialisasi terkait dengan undang-undang tersebut kepada masyarakat pada umumnya.
"Karena masih ada beberapa poin yang memang kerap kontroversial," kata Nico, Selasa (6/10).
Dengan adanya diskusi dan sosialisasi ini, diharapkan baik pemerintah, pelaku industri, dan tenaga kerja dapat memahami visi dan misi yang sama terkait dengan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja tersebut. Dengan begitu, pengesahan omnibus law ini tetap membuat pihak-pihak tersebut dapat berjalan beriringan dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Secara umum, analis Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menilai omnibus law bisa berdampak positif bagi investasi jangka panjang dalam negeri. "Khususnya sektor manufaktur yang memanfaatkan adanya relokasi manufaktur dari Tiongkok ke negara-negara Asia Tenggara," kata Janson kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).
Dengan adanya omnibus law, dia optimistis bisa meningkatkan minat investor asing untuk melakukan investasi secara langsung di Indonesia. Dampaknya, neraca perdagangan Indonesia pun bisa menjadi positif karena mengurangi impor.
Di antara peraturan baru ini, Janson menilai yang paling krusial terkait penanaman modal asing melalui manufaktur adalah undang-undang terkait ketenagakerjaan. Menurutnya, dengan adanya omnibus law, maka bisa mengurangi paket pesangon yang dinilai oleh pengusaha terlalu murah hati sehingga memberatkannya.
Dengan adanya omnibus law, Janson menilai bisa membawa angin segar kepada semua sektor saham karena menyangkut kemudahan berinvestasi bagi pemodal asing dan mengurangi ketergantungan arus modal asing di pasar saham. Selain itu, mampu meningkatkan investasi untuk mendorong laju domestik konsumsi rumah tangga.
Menurut Janson, salah satu sektor yang paling terpengaruh positif yaitu terkait dengan sektor industri properti seperti PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA).
Hal senada juga disampaikan oleh tim analis Mandiri Sekuritas dalam riset tertulisnya. Menurut tim analisis, perusahaan pengelola kawasan industri menjadi yang paling terpengaruh oleh adanya omnibus law karena revisi paling signifikan yaitu terhadap undang-undang ketenagakerjaan.
"Meskipun ini akan menandai langkah yang diantisipasi sebelumnya dalam meratakan kawasan industri dengan zona ekonomi khusus," seperti dikutip dari riset Mandiri Sekuritas pada Selasa (6/10).Salah sentimen positifnya, karena pengawasan perusahaan kawasan industri berada langsung di bawah pemerintah pusat. Hal ini dinilai menjadi pertanda baik bagi pengelola kawasan industri karena penyewa akan memiliki proses yang lebih mudah dalam hubungan otoritas.
Tidak hanya itu, Mandiri Sekuritas juga menilai pengesahan omnibus law juga membawa angin segar bagi sektor infrastruktur, termasuk di dalamnya perusahaan semen, kontraktor, dan operator jalan tol. Itu karena dalam undang-undang baru ini, diatur soal pendirian sovereign wealth fund (SWF).
Menurut Investopedia, SWF adalah badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara. Dana yang mereka kelola bisa berasal dari cadangan devisa milik bank sentral negara tersebut, akumulasi surplus perdagangan maupun surplus anggaran, dana hasil privatisasi, maupun penerimaan negara dari ekspor sumber daya alam.
Hal itu dinilai menguntungkan kontraktor BUMN dan operator jalan tol karena potensi stimulus permintaan dari proyek infrastruktur yang tinggi karena pembentukan SWF. "Memungkinkan peluncuran proyek lebih cepat, sehingga menguntungkan kontraktor dan bahan bangunan seperti pabrik semen," seperti dijelaskan analis Mandiri Sekuritas.
Beberapa kontraktor BUMN yang melantai di pasar saham seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Lalu, perusahaan pengelola jalan tol yaitu PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Sementara perusahaan semen seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB).
Mandiri Sekuritas juga menyampaikan, sektor telekomunikasi juga mendapat angin segar dengan adanya omnibus law ini karena ada ada beberapa hal yang saat ini diatur. Seperti aturan penetapan formula tarif layanan telekomunikasi oleh pemerintah, infrastruktur telekomunikasi dan akses jaringan, dan penetapan spektrum.
Terkait dengan formula tarif, pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan harga dasar dan pagu harga jasa telekomunikasi. Di bidang infrastruktur telekomunikasi dan akses jaringan, regulasi berfokus pada memastikan akses non-diskriminatif dan keterjangkauan ke infrastruktur telekomunikasi bagi para pelaku industri.
"Atas penugasan spektrum, pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin spektrum dan mengizinkan pemanfaatan bersama spektrum oleh operator telekomunikasi untuk implementasi teknologi baru," seperti ditulis tim analis Mandiri Sekuritas.
Beberapa emiten telekomunikasi yang ada di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta, di antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Sementara, saham terkait menara telekomunikasi seperti PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Undang-undang baru ini memang tidak mengatur tentang pembagian infrastruktur secara aktif atau tentang mekanisme pengambilalihan spektrum. Namun, undang-undang baru bisa membantu operator telekomunikasi kecil untuk mendapatkan akses yang adil atas jaringan infrastruktur telekomunikasi nasional.
Sejak Disahkan, Investor Asing Net Sell Rp 517,77 Miliar
Sejak disahkan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10), investor asing di pasar saham malah mencatatkan penjualan pada portofolio sahamnya yang totalnya mencapai Rp 517,77 miliar. Saat UU tersebut disahkan, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 254,39 miliar. Sementara pada perdagangan di pasar saham pada hari ini, Selasa (6/10) masih tercatat melakukan penjualan portofolio saham senilai Rp 263,38 miliar.
Meski begitu, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai paket omnibus law ini merupakan sentimen positif bagi investor asing, baik yang melakukan investasi di pasar saham maupun yang melakukan investasi di sektor rill. Aturan ini bisa memberikan sebuah kepastian untuk investor melakukan investasi.
"Jadi, mau masuk dalam lembaga keuangan, maupun tidak masuk dalam lembaga keuangan, keduanya sama sebetulnya. Fokus utamanya adalah memberikan kepastian kepada investor asing dengan aturan main yang berlaku di Indonesia," kata Nico kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).
Beberapa investor global yang merupakan perusahaan investasi malah prihatin dengan adanya omnibus law cipta lapangan kerja ini. Sebanyak 35 perusahaan investasi dengan total dana kelolaan mencapai US$ 4,1 triliun di Indonesia tersebut pun menulis surat kepada pemerintah Indonesia untuk menyatakan keprihatinan.
Salah satu alasannya, dengan adanya undang-undang baru ini, bisa merusak lingkungan seperti hutan tropis di Indonesia. "Kami, para investor global menyatakan keprihatinan kami atas usulan deregulasi perlindungan lingkungan dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," seperti dikutip dari surat yang diterima Katadata.co.id pada Selasa (6/10).
Secara khusus, mereka khawatir perubahan yang diusulkan pada kerangka perizinan, pemantauan kepatuhan lingkungan, konsultasi publik, dan sistem sanksi akan berdampak negatif terhadap beberapa hal. Seperti terhadap lingkungan, hak asasi manusia, dan ketenagakerjaan yang menimbulkan ketidakpastian dan mempengaruhi daya tarik pasar Indonesia.
"Kami mengakui kemajuan Indonesia dalam melindungi hutan tropis dalam beberapa tahun terakhir, namun undang-undang yang diusulkan dapat menghambat upaya ini," dikutip dari surat itu.
Dalam suratnya, para investor global ini khawatir deregulasi yang diatur dalam UU Cipta Kerja akan berdampak negatif bagi perusahaan dan portofolio mereka secara keseluruhan. Karena berpotensi meningkatkan risiko reputasi, operasional, regulasi, dan iklim yang ditimbulkan bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.