Saham Unilever Sebabkan Sektor Konsumer Loyo Terdampak Rilis Inflasi

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Jakarta
Penulis: Ihya Ulum Aldin
1/3/2021, 16.42 WIB

Indeks saham sektor konsumer berada di zona merah pada perdagangan Senin (1/3). Pergerakan indeks yang sempat naik akhir pekan lalu, kembali turun 0,26%. Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar, menjadi penyebab utama turunnya indeks sektor konsumer.

Hingga penutupan perdagangan hari ini, saham Unilever Indonesia ditutup anjlok hingga 2,5% menjadi Rp 6.825 per saham. Padahal, indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini ditutup menguat signifikan hingga 1,55% menyentuh level 6.338.

Pada indeks sektor konsumer, saham lainnya bergerak bervariatif. Berdasarkan kapitalisasinya, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) menjadi yang kedua terbesar dalam kelompok saham-saham konsumer. Saham HMSP ditutup stagnan di harga Rp 1.335 per saham pada hari ini.

Saham konsumer lainnya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) ditutup naik 0,29% menjadi Rp 8.600 per saham. Saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga menguat hingga 3,4% menjadi Rp 1.520 per saham.

Berikut ini pergerakan harga beberapa saham sektor konsumer yang diurutkan berdasarkan kapitalisasi pasar terbesar:

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, penurunan saham-saham di sektor konsumer sejalan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait inflasi Februari 2021 sebesar 0,10%. Inflasi tersebut, dinilai rendah sehingga menjadi sentimen negatif bagi saham sektor konsumer.

"Sentimen daripada rendahnya inflasi per Februari 2021 berdampak kepada kinerja sektor konsumsi pada hari ini yang mengalami koreksi wajar," kata Nafan kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).

Turunnya beberapa saham sektor konsumer hari ini bisa dimanfaatkan oleh investor pasar saham untuk menambah porsi kepemilikannya. Pasalnya, masih ada sentimen dari dinamika vaksin Covid-19 yang bisa mendongkrak saham konsumer.

"Dinamika vaksinasi Covid-19 adalah sebuah game changer dalam rangka meningkatkan kinerja konsumsi di Tanah Air," ujar Nafan.

Equity Technical Analyst Head of Research Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan, inflasi yang masih rendah ini sebenarnya sudah diperkirakan oleh Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan pelonggaran kebijakan suku bunga menjadi 3,5% pada Februari 2021.

"Saham-saham sektor konsumen pun terlihat masih tertekan akibat pola konsumtif masyarakat yang masih belum pulih," kata Lanjar kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).

Meski saat ini saham sektor konsumer mengalami penurunan, Lanjar menilai sentimen dari rendahnya inflasi ini hanya sesaat saja. Pasalnya, rata-rata harga saham sektor konsumer sudah undervalue saat ini, sehingga ada potensi kembali menguat.

Inflasi Februari Melambat

BPS mengumumkan inflasi Februari 2021 sebesar 0,10%, melambat dibandingkan Januari yang mencapai 0,26% atau periode yang sama tahun lalu 0,28%. Inflasi yang rendah menunjukkan permintaan masyarakat masih lemah seiring masih adanya bayang-bayang dampak pandemi Covid-19.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan tingkat inflasi tahun kalender Januari-Februari 2021 tercatat 0,36%, sedangkan inflasi tahunan 1,38%. "Dari 90 kota inflasi yang dipantau BPS, 56 kota mengalami inflasi, sedangkan 34 kota mengalami deflasi," kata Suhariyanto dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (1/3).

Pergerakan inflasi bulanan maupun tahunan pada Januari 2021 melambat. Ini, menurut dia, mengindikasikan bahwa dampak pandemi Covid-19 masih membayang-bayangi perekonomian tak hanya di Indonesia tetapi berbagai negara.

"Ini harus diwaspadai karena pandemi menyebabkan mobilitas berkurang, roda ekonomi bergerak lambat, berpengaruh ke pendapatan dan lemahnya permintaan," katanya.