Harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) kembali terjun bebas 6,76% menyentuh harga Rp 965 per saham pada Kamis (12/8) hingga sesi pertama. Bukalapak baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) pada Jumat (6/8).
Bukalapak IPO dengan menerbitkan 25,76 miliar saham baru atau setara 25% dengan harga Rp 850 per saham. Pada hari pertama perdagangan di pasar modal, saham Bukalapak langsung melejit 24,71% menjadi Rp 1.060 per saham.
Pada Senin (9/8) atau hari kedua perdagangan di Bursa, saham Bukalapak sempat kembali meroket hingga 25% menjadi Rp 1.325 per saham. Sayangnya, pada sesi kedua perdagangan hari tersebut, harga sahamnya turun sehingga ditutup menguat hanya 4,72% dari hari sebelumnya menjadi Rp 1.110 per saham.
Pada keesokan harinya, saham Bukalapak langsung dibuka di zona merah. Hingga penutupan perdagangan Selasa (10/8), harga sahamnya turun hingga 6,76% menjadi Rp 1.035 per saham.
Tren penurunan harga saham unicorn pertama yang melantai di Bursa Tanah Air ini berpotensi kembali turun pada perdagangan berikutnya. Bahkan, diprediksi berada di bawah harga IPO yaitu Rp 850 per saham.
"Saat ini kami melihat BUKA masih ada kecenderungan turun mendekati harga IPO, atau bahkan dapat di bawahnya," kata analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama kepada Katadata.co.id, Kamis (12/8).
Pilarmas melihat investor cukup memandang saham Bukalapak dengan ekspektasi yang sangat tinggi. Namun jika melihat dari operasional bisnis, perusahaan masih membutuhkan waktu untuk mencetak laba.
"Sehingga apresiasi terhadap harga saham yang terjadi kemarin lebih dalam arbitrase jangka pendek," kata Okie.
Ia pun mengembalikan keputusan membeli saham Bukalapak kepada persepsi masing-masing investor. Pada prinsipnya, bertransaksi saham memang ditujukan untuk investasi jangka panjang.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, saham dengan nilai emisi IPO besar, memang akan sulit untuk menjaga agar harga sahamnya tetap menguat di tengah banyak kepentingan dan beda pandangan investor terkait entry jualnya.
Ketika investor yang terbilang besar melakukan ambil untuk (profit taking), sedangkan yang membelinya hanya ritel yang jumlahnya sedikit, bisa terjadi adanya panic selling.
"Karena biasanya untuk saham-saham IPO, jika dalam 1 sampai 5 hari sudah mulai goyang, di situ orang berpikiran harga tidak kuat untuk lanjut menguat," kata Sukarno kepada Katadata.co.id.
Untuk investasi jangka panjang, sepertinya saham Bukalapak belum dipandang layak karena secara fundamental masih membukukan rugi meski trennya menurun.
"Tapi orang melihat lagi pesaing Bukalapak ini bisa mengancam pertumbuhan kinerja Bukalapak ke depannya," kata Sukarno.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai penurunan harga saham Bukalapak disebabkan perbedaan kepentingan. "Mungkin saat ini yang mau beli untuk investasi jangka panjang juga memanfaatkan momen pelemahan," ujarnya kepada Katadata.co.id.
Untuk prediksi harga saham Bukalapak, saat ini William belum dapat memastikan akan turun hingga harga berapa. Yang pasti, jika investor asing berhenti melakukan penjualan, pelemahan harga saham Bukalapak akan terhenti.
Seperti diketahui, saham Bukalapak sejak hari pertama perdagangan di pasar modal memang diobral oleh asing. Secara total, asing membukukan penjualan bersih mencapai Rp 2,02 triliun di seluruh pasar.
Dalam laporan keuangan, entitas usaha PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) ini tercatat masih membukukan rugi bersih Rp 323,24 miliar pada triwulan I-2021. Kerugian menurun 17,85% dibanding rugi bersih pada periode sama tahun lalu Rp 393,49 miliar.
Berdasarkan prospektus Bukalapak, penurunan rugi bersih tersebut utamanya disebabkan oleh pendapatan neto Bukalapak pada tiga bulan pertama tahun ini yang senilai Rp 423,7 miliar atau tumbuh 32,31% dibanding triwulan I-2020 senilai Rp 320,23 miliar.
Total aset Bukalapak per akhir Maret 2021 tercatat senilai Rp 2,75 triliun atau tumbuh dari posisi per akhir Desember 2020 Rp 2,59 triliun. Mayoritas aset Bukalapak pada Maret 2021 berasal dari aset lancar senilai Rp 1,98 triliun, sedangkan aset tidak lancar Rp 765,02 miliar.
Sementara itu, total liabilitas Bukalapak per Maret 2021 Rp 1,04 triliun atau naik dari Desember 2020 senilai Rp 985,82 miliar. Liabilitas Maret 2021 berasal dari utang jangka pendek senilai Rp 945,72 miliar, dan utang jangka panjang Rp 99,36 miliar.