PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), berencana menambah modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (PMHTMED) atau rights issue degan target penghimpunan dana senilai Rp 1 triliun.
Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu mengatakan perusahaan sudah memperoleh restu pemegang saham untuk melaksanakan aksi korporasi tersebut. Pelaksanakaan rights issue ini untuk memenuhi ketentuan modal inti minimal yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp 3 triliun di tahun ini untuk bank umum.
Bank bersandi BINA ini berencana menerbitkan sebanyak-banyaknya 2 miliar saham baru dalam Penawaran Umum Terbatas (IV) dengan nilai nominal Rp 100 per saham.
"Dengan rencana rights issue keempat ini, kami harapkan modal inti Bank Ina di akhir tahun 2022 sudah di atas Rp 3 triliun," kata Daniel, dalam paparan publik perusahan, Jumat (3/6) di Jakarta.
Daniel menambahkan, Anthoni Salim, selaku ultimate shareholder Bank Ina Perdana melalui PT Indolife Pensiontama akan bertindak menjadi pembeli siaga dalam pelaksanaan rights issue tahun ini. Apabila target rights issue tersebut tidak diserap pasar, maka pemegang saham eksisting yang di dalamnya ada Grup Salim akan menyerap sisa saham rights issue tersebut
"Pembeli siaga tetap pemegang saham yang ada, tetap komitmen, apabila tidak terserap di pasar akan dibeli oleh pemegang saham eksisting," ujar Budi.
Seperti diketahui, komposisi pemegang saham BINA sampai dengan 30 April 2022, PT Indolife Pensiontama bertindak sebagai pengendali dengan kepemilikan saham 22,47%, PT Samudra Biru 17,56%, UOB Kay Hian Pte Ltd 17,42%, PT Gaya Hidup Masa Kini menguasai 11,34%.
Selanjutnya, DBS Bank Ltd memiliki 10% saham, PT Philadel Terra 6,30%. Sisanya, pemegang saham publik dengan porsi kepemilikan 14,91%.
Sampai dengan kuartal pertama tahun ini, Bank Ina Perdana telah menyalurkan kredit senilai Rp 5,4 triliun, naik 95% dengan rasio kredit bermasalah secara kotor (NPL gross) di level 1,83%.
Sedangkan, total aset perusahaan mencapai Rp 17,7 triliun, meningkat 67% secara tahunan dengan pengimpunan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp 9,3 triliun, naik 54%.